Macam – macam Teori Kedaulatan
a. Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori ini pemerintah suatu negara memperoleh kekuasaan tertinggi langsung dari Tuhan. Penguasa negara adalah wakil Tuhan di dunia. Teori ini dianut oleh raja-raja pada jaman dahulu yang mengakui dirinya adalah keturunan dewa. Misalnya raja di Jawa Tengah pada jaman Hindu, Kaisar Jepang dan sebagainya. Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain: Thomas Aquinas, Agustinus, dan Marsilius.
1. THOMAS AQUINAS ( 1225–1274 )
Thomas Aquinas kadangkala juga disebut Thomas dari Aquino (bahasa Italia: Tommaso d’Aquino) adalah seorang filsuf dan ahli teologi ternama dari Italia.
Ia terutama menjadi terkenal karena dapat membuat sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen. Sintesisnya ini termuat dalam karya utamanya: Summa Theologiae (1273). Ia disebut sebagai "Ahli teologi utama orang Kristen." Bahkan ia dianggap sebagai orang suci oleh Gereja Katholik dan memiliki gelar santo.
A. Kehidupan Thomas Aquinas
Aquinas merupakan teolog skolastik yang terbesar. Ia adalah murid Albertus Magnus. Albertus mengajarkan kepadanya filsafat Aristoteles sehingga ia sangat mahir dalam filsafat itu. Pandangan-pandangan filsafat Aristoteles diselaraskannya dengan pandangan-pandangan Alkitab. Ialah yang sangat berhasil menyelaraskan keduanya sehingga filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi iman Kristen. Pada tahun 1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus Leo XIII.
Thomas dilahirkan di Roccasecca, dekat Aquino, Italia, tahun 1225. Ayahnya ialah Pangeran Landulf dari Aquino. Orang tuanya adalah orang Kristen Katolik yang saleh. Itulah sebabnya anaknya, Thomas, pada umur lima tahun diserahkan ke biara Benedictus di Monte Cassino untuk dibina agar kelak menjadi seorang biarawan. Setelah sepuluh tahun Thomas berada di Monte Cassino, ia dipindahkan ke Naples untuk menyelesaikan pendidikan bahasanya. Selama di sana, ia mulai tertarik kepada pekerjaan kerasulan gereja, dan ia berusaha untuk pindah ke Ordo Dominikan, suatu ordo yang sangat berperanan pada abad itu. Keinginannya tidak direstui oleh orang tuanya sehingga ia harus tinggal di Roccasecca setahun lebih lamanya. Namun, tekadnya sudah bulat sehingga orang tuanya menyerah kepada keinginan anaknya. Pada tahun 1245, Thomas resmi menjadi anggota Ordo Dominikan.
Sebagai anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah universitas yang sangat terkemuka pada masa itu. Ia belajar di sana selama tiga tahun (1245 -- 1248). Di sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya. Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium Generale di Cologne, Perancis, pada tahun 1248 - 1252.
Pada tahun 1252, ia kembali ke Paris dan mulai memberi kuliah Biblika (1252-1254) dan Sentences, karangan Petrus Abelardus (1254-1256) di Konven St. Jacques, Paris.
Kecakapan Thomas sangat terkenal sehingga ia ditugaskan untuk memberikan kuliah-kuliah dalam bidang filsafat dan teologia di beberapa kota di Italia, seperti di Anagni, Orvieto, Roma, dan Viterbo, selama sepuluh tahun lamanya. Pada tahun 1269, Thomas dipanggil kembali ke Paris. Ia hanya tiga tahun berada di sana karena pada tahun 1272 ia ditugaskan untuk membuka sebuah sekolah Dominikan di Naples.
Dalam perjalanan menuju ke Konsili Lyons, tiba-tiba Thomas sakit dan meninggal di biara Fossanuova, 7 Maret 1274. Paus Yohanes XXII mengangkat Thomas sebagai orang kudus pada tahun 1323.
B. Ajaran Thomas Aquinas
Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya.
Dunia ini dan hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). "Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat," demikian kata Thomas Aquinas.
Mengenai manusia, Thomas mengajarkan bahwa pada mulanya manusia memunyai hidup kodrati yang sempurna dan diberi rahmat Allah. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, rahmat Allah (rahmat adikodrati) itu hilang dan tabiat kodrati manusia menjadi kurang sempurna. Manusia tidak dapat lagi memenuhi hukum kasih tanpa bantuan rahmat adikodrati. Rahmat adikodrati itu ditawarkan kepada manusia lewat gereja. Dengan bantuan rahmat adikodrati itu manusia dikuatkan untuk mengerjakan keselamatannya dan memungkinkan manusia dimenangkan oleh Kristus.
Mengenai sakramen, ia berpendapat bahwa terdapat tujuh sakramen yang diperintahkan oleh Kristus, dan sakramen yang terpenting adalah Ekaristi (sacramentum sacramentorum). Rahmat adikodrati itu disalurkan kepada orang percaya lewat sakramen. Dengan menerima sakramen, orang mulai berjalan menuju kepada suatu kehidupan yang baru dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang menjadikan ia berkenan kepada Allah. Dengan demikian, rahmat adikodrati sangat penting karena manusia tidak bisa berbuat apa-apa yang baik tanpa rahmat yang dikaruniakan oleh Allah.
Gereja dipandangnya sebagai lembaga keselamatan yang tidak dapat berbuat salah dalam ajarannya. Paus memiliki kuasa yang tertinggi dalam gereja dan Pauslah satu-satunya pengajar yang tertinggi dalam gereja. Karya teologis Thomas yang sangat terkenal adalah "Summa Contra Gentiles" dan "Summa Theologia".
Salah satu filsuf Kristen yang mengkritik pemikiran Thomas Aquinas adalah Gordon H. Clark. Bukunya "God's Hammer" halaman 67 sampai 71 berisi kritikan beliau terhadap Thomas. Terjemahan bebas saya
"Dalam sejarah pemikiran Kristen, antithesis antara iman dan reason (akal budi) telah didekati dengan berbagai metode. Perdebatan antara sesama Kristen dan antara Kristen dengan kaum sekuler kadang-kadang mengakibatkan kebingungan karena istilah yang dipakai tidak selalu didefinisikan dengan jelas. Bukan hanya Agustinus dan Kant memiliki pandangan yang berbeda tentang natur iman, namun istilah akal budi (reason) sendiri menandung arti yang bermacam-macam. Setelah memberikan gambaran singkat tentang latar belakang historis, penulis berharap menghindari kebingungan seperti itu dengan mengemukakan definisi akal budi (reason) yang mungkin membantu pembelaan terhadap wahyu sebagai sesuatu yang rasional
Upaya Skolastik Abad Pertengahan Dalam gambaran historis singkat ini, metode untuk menghubungkan iman dan rasio yang pertama dibahas adalah filsafat Thomistik Gereja Roma Katolik. Selain persetujuan (assent) pribadi orang percaya, dalam system ini iman artinya informasi yang diwahyukan yang ada dalam Alkitab, tradisi, dan suara hidup dari gereja Roma. Akal budi artinya informasi yang dapat diperoleh melalui pengamatan inderawi terhadap alam dan diinterpretasi intelek. Rasionalis abad ketujuhbelas membedakan akal budi (reason) dengan sensasi [inderawi], Thomas membedakan akal budi (reason) dan wahyu. Kebenaran akal budi adalah kebenaran yang dapat diperoleh melalui kemampuan indera dan intelek alamiah manusia tanpa bantuan anugerah supranatural.
Definisi iman dan akal budi ini mengakibatkan wahyu hanya “tidak masuk akal” (unreasonable) secara verbal; wahyu tidak dapat disebut tidak masuk akal atau irasional dalam pengertian yang merendahkan. Kadang-kadang kita curiga kaum sekuler menggunakan verbalisme untuk memberikan kesan yang menakutkan.
Thomisme memang menekankan ketiadaan kompatibilitas antara iman dan rasio, namun ketiadaan kompatibilitas itu bersifat psikologis semata. Kalau Alkitab menwahyukan bahwa Allah ada dan kita percaya Alkitab, maka kita memiliki kebenaran iman. Namun demikian, menurut Thomisme adalah memungkinkan untuk mendemonstrasikan keberadaan Allah melalui pengamatan terhadap alam. Aristotle berhasil melakukannya. Namun kalau seseorang telah secara rasional mendemonstrasikan proposisi ini, orang itu tidak lagi “percaya”, dia tidak lagi menerima proposisi itu berdasarkan otoritas; dia “mengetahui” proposisi itu. Secara psikologis tidak mungkin pada saat yang sama “percaya” dan “mengetahui” satu proposisi. Seorang guru mungkin memberitahu siswanya bahwa segitiga memiliki 180o dan sang siswa percaya perkataan sang guru; namun setelah si siswa mempelajari buktinya, maka dia tidak lagi menerima teorema berdasarkan kata-kata guru. Si siswa sudah mengetahui sendiri. Tidak semua proposisi wahyu dapat didemonstrasikan dengan filsafat rasional; tetapi ada kebenaran-kebenaran yang dapat didemonstrasikan yang juga telah diwahyukan kepada manusia, karena Allah tahu bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan intelektual seperti Aristotle; karena itu Allah mewahyukan beberapa kebenaran itu, walaupun dapat didemonstrasikan, demi kebanyakan umat manusia.
Muatan (content) wahyu yang tidak dapat didemonstrasikan (seperti doktrin Trinitas dan sakramen), walaupun berada di luar jangkauan akal budi seperti definisi di atas, tidaklah irasional atau nonsensical. Kaum Muhammadean (Islam) Abad Pertengahan dan kaum humanis modern dapat saja mengklaim bahwa doktrin Trinitas tidak rasional, namun akal budi cukup mampu untuk mendemonstrasikan bahwa keberatan yang dikemukakan keliru/salah (fallacious). Kebenaran iman yang lebih tinggi tidak bertentangan dengan kesimpulan akal budi manapun; sebaliknya doktrin wahyu melengkapi apa yang tidak dapat dicapai oleh akal budi. Kedua rangkaian kebenaran ini, atau lebih tepatnya kebenaran yang diperoleh dari dua metode berbeda ini saling melengkapi. Bukannya menjadi penghalang bagi akal budi, iman berfungsi memberi peringatan kepada seorang pemikir bahwa dia melakukan kesalahan. Kita tidak boleh memandang seorang percaya sebagai seorang yang harus dibebaskan dari penjara imannya; iman hanya membatasi dari kesalahan. Dengan demikian iman dan akal budi serasi satu dengan yang lain.
Hanya satu kritik yang akan penulis kemukakan tentang sistem ini, tetapi kritik ini dipandang sangat penting oleh kaum Thomist dan penentangnya. Kalau argumune kosmologis bagi keberadaan Allah merupakan kesalahan logika, maka Thomisme dan pandangannya tentang hubungan antara iman dan akal budi tidak dapat dipertahankan .
Kesulitan yang dialami argumen kosmologis adalah ketidakmemadaian wahyu umum seperti dibahas sebelumnya. Kalau diasumsikan bahwa semua pengetahuan (knowledge) dimulai dengan pengalaman inderawi dan karena itu pada saat orang memandang alam tanpa pengetahuan tentang Allah, maka segala kemalangan (calamities) manusia dan keterbatasan serta perubahan di alam semesta – seberapapun luasnya galaksi-galaksi yang ada – menghalangi kesimpulan tentang satu pribadi Allah yang Mahakuasa dan juga Baik.
Terhadap keberatan-keberatan ini, yang dikemukakan dengan tajam oleh David Hume, dapat ditambahkan kritik khusus formulasi Aristotelian Thomas Aquinas. Tiga keberatan akan dikemukakan. Pertama, Thomisme tidak dapat bertahan tanpa konsep potentialitas (potentiality) dan aktualitas (actuality), namun Aristotle tidak pernah berhasil mendefinisikannya. Sebaliknya dia [Aristotle] mengilustrasikannya dengan perubahan fenomena lalu mendefinisikan perubahan atau gerak (motion) dalam hal aktualitas (actuality) dan potentialitas (potentiality). Untuk memberikan justifikasi terhadap keberatan ini, diperlukan terlalu banyak apparatus teknis yang tidak bisa diakomodasi dalam tulisan ini. Dan kalau pembaca menghendaki, dia tidak perlu memberi penekakan pada keberatan pertama.
Kedua, Thomas berargumentasi bahwa kalau kita melacak penyebab gerak (motion), kita tidak dapat meneruskan berjalan mundur tanpa batas. Alasan yang secara eksplisit diberikan dalam Summa Theologica untuk menyangkali hal itu adalah kalau hal itu terjadi maka tidak akan ada Penggerak/Penyebab Pertama (First Mover). Namun alasan yang digunakan sebagai premis ini jugalah yang digunakan sebagai kesimpulan di akhir argumen. Argumen ini dimaksudkan untuk membuktikan keberadaan First Mover, namun First Mover ini diasumsikan dulu sebagai sesuatu yang ada untuk menolak infinite regress (mundur tidak terbatas). Karena itu jelas argumen ini adalah sebuah kekeliruan (fallacy).
Alasan ketiga yang akan kita bahas lebih rumit. Namun karena terkait dengan hal yang banyak diperdebatkan saat ini, maka pantas diberikan perhatian lebih.
Bagi Thomas Aquinas, ada dua cara mengenal Allah. Pertama melalui teologi negative. Hal itu tidak akan kita bahas di sini. Kedua melalui metode analogi. Karena Allah adalah pure being, tanpa bagian, yang esensiNya identik dengan keberadaanNya, maka istilah-istilah yang diterapkan pada Allah tidak dapat digunakan tepat dengan cara yang sama dengan pada saat diterapkan pada ciptaan. Kalau dikatakan bahwa seorang manusia bijaksana dan Allah bijaksana, harus diingat bahwa kebijaksanaan manusia adalah kebijaksanaan yang diperoleh/dipelajari, sementara itu Allah tidak pernah belajar. Pikiran manusia tunduk kepada kebenaran; kebenaran adalah pimpinannya. Namun pikiran Allah adalah penyebab kebenaran karena Allah memikirkannya, atau mungkin lebih baik diformulasikan, Allah adalah kebenaran. Karena itu istilah pikiran tidak memiliki arti yang tepat sama pada manusia dan pada Allah. Hal ini tidak hanya berlaku untuk istilah-istilah di atas, tetapi juga pada gagasan tentang eksistensi. Karena keberadaan Allah adalah esensiNya – identitas yang tidak dapat diduplikasikan- maka bahkan kata keberadaan (existence) tidak berlaku sama (univocal) pada Allah dan pada ciptaan.
Pada saat yang sama, Thomas tidak mengakui bahwa istilah-istilah itu juga memiliki arti berbeda sama sekali (equivocal). Pada saat dikatakan bahwa playboys lead fast lives, while ascetics fast, kata [fast] dalam kedua anak kalimat itu tidak memiliki arti yang sama. Walaupun huruf-huruf dan pengucapannya sama, kandungan intelektual dalam kedua anak kalimat itu berbeda sama sekali. Thomas memilih jalan tengah antara perbedaan makna (equivocation) dan kesatuan makna ketat (strict univocity) dengan mengatakan bahwa kata-kata bisa digunakan secara analogis; dan dalam hal Allah dan manusia, predikat yang digunakan diterapkan secara analogis.
Jika makna analogis dari bijaksana atau keberadaan memiliki bidang arti yang sama [bagi manusia dan Allah], maka bidang arti ini pasti dapat dikemukakan dengan menggunakan satu istilah yang berlaku untuk keduanya. Istilah ini dapat digunakan untuk Allah dan untuk manusia. Namun Thomas menekankan bahwa tidak ada istilah yang dapat diterapkan demikian. Implikasinya adalah semua sisa kemungkinan makna identik di antara keadaan terhapus. Namun kalau memang demikian adanya, bagaimanasebuah argument – argument kosmologis – secara formal syah kalau premis menggunakan satu istilah dengan pengertian tertentu dan dalam kesimpulannya menggunakan istilah yang sama dengan arti yang berbeda sama sekali? Premis argument kosmologis berbicara tentang eksistensi penggerak/penyebab (mover) dalam kisaran pengalaman manusia; kesimpulannya terkait dengan keberadaan Penggerak/Penyebab Pertama. Namun, jika istilah ini tidak dapat dipahami dengan pengertian yang sama, maka argument tersebut keliru/salah (fallacious).
Karena itu, upaya untuk secara Thomistik menghubungkan iman dan akal budi gagal – lebih karena pandangannya tentang akal budi dari pada terhadap iman-; perlu ada upaya lain untuk membela rasionalitas wahyu.
2. AUGUSTINUS(354-430 SM)
Dampak dari modifikasi Paulus, ekspansi teritorial, domestikasi dan terkooptasinya ajaran-ajaran Yesus Kristus oleh struktur kekuasaan imperium Romawi, maka doktrin-doktrin Kristiani setelah abad V M tidak lagi sekadar berwatak teologis, tetapi juga politis. Kesadaran, keagamaan para pengikut Kristus dengan terjadinya perubahan watak agama itu kerap mendampakkan sosoknya lebih politis. Ajaran Kristen sebagaimana telah dikemukakan dalam tulisan terdahulu terpolitisasi menjadi sebuah agama resmi Imperium Romawi. Agama yang dahulunya merupakan agama jelata, agama populis, karena dalam banyak sisinya tertransformasi menjadi para kaisar agama kaum elite dengan segala implikasinya.
Dalam proses politisasinya agama Kristen itu Bapak-Bapak Gereja mempunyai peranan amat stategis. Mereka adalah para teolog yang berjasa merumuskan bagaimana seharusnya hubungan antara agama Kristen dengan negara. Bisa dikatakan para Bapak Gereja itu adalah peletak dasar-dasar teologis bagi terbentuknya agama Kristen sebagai agama yang berdimensi politis. Salah satunya adalah Santo Augustinus
A. Riwayat Singkat Augustinus
Augustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai putra seorang ibu yang saleh yaitu Momika (Heukem, 1991: 61). Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya. Augustinus dididik dan dibesarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang berlaku pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi.Augustinus memperoleh pendidikan dasar di Tagaste dan secara khusus mempelajari bahasa latin dan ilmu hitung. Ketika berusia sekitar sebelas tahun, Augustinus dikirim ayahnya ke Maduna untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya dan berhasil memperoleh pengetahuan yang cukup mengagumkan dalam tata bahasa dan sastra latin. Pada tahun 370 M, Augustinus dikirim ke Chartago untuk melanjutkan studinya dalam ilmu hukum sebagaimana yang didambakan ayahnya. Akan tetapi ia lebih tertarik mempelajari ilmu pidato (retorika) oleh karena pada masa itu kefasihan lidah akan mempermudah seseorang untuk meraih jabatan yang tinggi.
Andries (2006) menyatakan bahwa pada masa mudanya Augustinus hidup dengan gaya hedonistik untuk sementara waktu. Di Kartilago ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan muda yang selama lebih dari sepuluh tahun dijadikannya sebagai istri gelapnya. Dari hubungan suami istri tanpa nikah itu Augustinus memperoleh anak bernama Adeodatus (Suhelmi, 2001: 71). Pada saat Augustinus berusia 19 tahun (373 M), setelah membaca buku Hartensius karya Cicero yang berisi pujian dan pujaan terhadap filsafat, Augustinus mulai tertarik pada filsafat khususnya ajaran Manicheisine. Dari sinilah Augustinus kemudian menjadi pengikut Manicheisme yang setia (Purnomo, 2000: 170).
Setelah kurang lebih 4 tahun menjadi pengikut Manicheisme Augustinus mulai merasakan bahwa sebenarnya karakter filsafat Manicheisme bersifat destruktif, karena menurutnya sanggup merusak dan memusnahkan segala sesuatu tetapi tidak sanggup membangun sesuatu apapun. Selain itu juga moralitas para pengikut Manicheisme yang ternyata lebih buruk dari dugaannya. Oleh seba itu ia mulai meninggalkan ajaran Manicheisme, untuk selama beberapa tahun ia menjadi orang yang skeptis.
Pada tahun 383 M, Augustinus meninggalkan Chartago menuju Roma, kemudian pindah ke Milam dan diangkat menjadi guru besar ilmu retorika. DI tempat ini ia berkenalan dengan ajaran filsafat Plato dan Ne Plantonis sebelum masuk agama Kristen. Dalam hidupnya ia banyak dipengaruhi oleh Ambrosius, seorang jagoan retorila seperti Augustinus sendiri, namun lebih tua dan lebih berpengalaman (Andreas, 2006). Akibat uskup Ambrosius, Augustinus bertobat menjadi Kristen (386 M), mencari kesepian, mendirikan biara dan pada tahun 396 M dipilih menjadi uskup kota Hippo sebagai uskup, ia rajin memimpin keuskupannya, berkhotbah, mengajar dan berdebat dengan penganut-penganut bidah (Manikeisme, Donatisme, Pelagianisme). Bagi kaum bidah, Augustinus merupakan momok, ia menjadi pujangga dan Bapak Gereja Latin yang terbesar
B. Pandangan Pokok Augustinus
Selama beberapa tahun, Augustinus membaktikan hidupnya untuk mengajar dan menggeluti studi-studinya dalam Neoplatonisme. Ia mencurahkan perhatiannya yang sangat besar pada karya-karya Plato dan Plotinus. Dari Plotinus, Augustinus menerima pandangan bahwa realitas sejati bersifat spiritual dan bahwa semua ada berasal dari Tuhan. Dari Plato, Augustinus mnerima pandangan bahwa kehidupan kontemplasi, adalah satu-satunya jalan mencapai pengetahuan dan kebahagiaan walaupun ia menolak kerangka kafir tempat Plato mengembangkan pandangan ini. Dan dengan agama-agama Kristen, ia menerima pandangan bahwa bimbingan yang tepat untuk mencapai kehidupan yang baik adalah kitab suci (Solomon dan Higgins, 2003: 224).
Filsafat yang dikembangkan Augustinus secara essensial adalah filsafat pengalaman keagamaan dan merupakan sumber bagi mistisisme dan etika barat. Menurut Augustinus penciptaan adalah suatu cretio exmihilio, penciptaan keluar daripada (yang tidak ada).Dasar penciptaan ini adalah akal dan hikmat Tuhan. Di dalam akal Tuhan terdapat gagasan-gagasan/ide-idenya. Dunia diciptakan sesuai dengan idea-idea itu. Proses penciptaan tersebut dilaksanakan dengan perantaraan logos.
Barangkali satu-satunya kontribusi yang terbesar Augustinus bagi filsafat barat (dan bukan hanya pemikiran Kristen) ialah penekanannya pada kehidupan personal, kehidupan batiniah seseorang. Augustinus melihat hubungan antara Tuhan dan jiwa manusia sebagai perhatian utama agama. Karena jiwa diciptakan dalam citra Allah, pengetahuan diri menjadi alat untuk mengenal Tuhan, tak lagi dipahami sebagai soal pengamatan dua akal budi, tetapi juga masalah perasaan.
Dalam visi Augustinus tentang penegtahuan manusia, Tuhan hukan hanya sang pencipta, tetapi juga pelaku aktf di dalam alam semesta. Menurut Augustinus, wahyu melalui kitab suci penting untuk memahami sepenuhnya rencana Illahi dan tempat kita di dalamnya. Namun demikian, pengalaman-pengalaman kita terhadap dunia alamiah dapat menunjukkan kita ke arah kebenaran religius (Solomon dan Higgins, 2003: 226).
Augustinus menganggap filsafat sebagai suatu aktivitas, yang meliputi teknik-teknik penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran-kebenaran penalaran, dan juga suatu pendekatan menuju kebijaksanaan dan kebenaran-kebenaran tertinggi tentang kehidupan. Dengan mengikuti Augustinus, yang mempertahankan bahwa tidak mungkin ciptaan-ciptaan sama kekal (co-eternal) dengan pencipta. Aliran Augustinus menolak kemungkinan penciptaan dari kekekalan (creatio ab qetermo). Augustinus mempertahankan bahwa kesatuan jiwa dengan Allah adalah terutama melalui kehendak.
Adapun sifat-sfat pokok dari ajaran filsafat ini adalah sebagai berikut :
a. Akui manusia dengan kepercayaan dan agama tidak boleh dipisahkan. Tanpa kepercayaan dari agama, manusia akan sesak, dan tanpa akal, orang tak akan memperoleh pengertian yang jelas tentang kepercayaan dan agama itu.
b. Kehendak manusia berpangkal diatas asakl, dan cinta kasih sayang mempunyai arti kesucian diatas ilmu pengetahuan. Juga berlaku terhadap Tuhan, sedang Tuhan terutama berarti cinta kasih sayang.
c. Roh/jiwa agak bebas terhadap raga dan jiwa mengenal dirinya secara langsung dan intuistif, yang terdiri atas kebendaan dan bentuk.
d. Spiritualisme yang antropologis (jiwa itu tak lain dari manusia itu sendiri) berjalan berdampingan dengan spiritualisme yang bersifat teori mengenal.
e. Kebendaan itu pada hakikatnya cahaya. Bahwa jiwa menghendaki tubuh dan tubuh menghendaki jiwa merupakan pandangan yang dualistis.
C. Pandangan Augustinus tentang Sejarah
Augustinus merupakan orang pertama di Eropa yang merefleksikan hakikat sejarah dari sudut teologis. Titik pusat yang menguasai segala-galanya di dalam sejarah adalah kedatangan messias yang dapat memberi arti dan makna bagi setiap kejadian sejarah masa lampau dan akan datang .
Menurut Purnomo (2003) menyatakan bahwa ada dua hal yang ditekankan dalam pemikiran Augustinus. Pertama, Augustinus berusaha memperkenalkan teori sejarah yang linear. Bagi Ausgustinus gerak sejarah bercorak teleologis, punya tujuan akhir. Ia menolak pandangan sejarah yang siklus karena tidak sesuai dengan kitab suci. Kedua, Augustinus menekankan bahwa kegagalan manusia dalam sejarah lebih disebabkan oleh peccatum ordinale, yang berarti desa asal, bukan oleh Humartia yang merupakan pelarian dari dari kesalahan moril, escapisme moril. Disini Augustinus berusaha untuk memperkenalkan pengertian desa asal, walaupun pengertian tersebut sudah ada dalam kitab suci.
Bagi Augustinus, sejarah keselamatan adalah peristiwa jatuh bangunnya bangsa Yahudi terus-menerus dari dosa dan pengampunan yang kemudian berakhir pada penebusan. Masa diantara kebangkitan sampai kedatangan kristus kembali adalah masa percobaan pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Masa diantara kebangkitan sampai kedatangan kristus kembali adalah masa percobaan, pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Sejarah keselamatan akan berlangsung sampai akhir zaman dan hanya kerajaan abadi dari Tuhan yang akan mengganitnya. Ausgustinus menganggap sejarah profan sebagai suatu pertentangan universal antara civitate dei (kerajaan Tuhan) dan civitate terena adalah vaonitas (kesia-siaan), hawa nafsu dan kecongkakan. Kehidupan di kerajaan Tuhan diwarnai dengan iman, ketaatan, kasih sayang, kejujuran, keadilan dan segala sesuatu yang baik. Sedangkan di kerajaan dunia selalu diwarnai dengan dosa, keangkuhan, kesesatan, hawa nafsu, ketidakadilan, kejahatan dan sebagainya.
Seluruh jalannya sejarah merupakan pertentangan antara dua kekuatan, gereja dan dunia, dans ebagai akhirnya adalah kemenangan kerajaan Tuhan atas kerajaan dunia, Setiap manusia memang lahir dalam tata manusia, tetapi akan beralih ke Tuhan (Bakker dalam Purnomo, 2000:174). Jadi Tuhan ikut serta dalam mengambil bagian dalam hidup manusia. Dengan dasar itulah Augustinus kemudian membuat hanya bersangkutan dengan bangsa Israel dan secara langsung tidak menyinggung umat manusia lainnya. Kalau orang Mesir, Babylonia dan Yunani menganggap bahwa semua peristiwa sejarah sudah menjadi kehendak dewa-dewa, maka orang Ibrrani dan Roma yang sudah mengakui Tuhan yang Maha Esa menggantikan dewa-dewa sebagai penggerak utama dalam sejarah. Anggapan orang Ibrani terhadap Tuhan sebagai penggerak utama sejarah ialah terwujudnya kehendak Tuhan dalam civitas dei atau kerajaan Tuhan.
Menurut Kartodirdjo dalam Purnomo (2000) menjelaskan bahwa Augustinus membuat enam periode sejarah dengan tahap-tahap kehidupan manusia yang diumpamakan dengan enam hari kerja dan sebagai periode yang ketujuh datanglah masa yang tak berakhir, hari keramat yaitu hari minggu yang dalam bahasa gereja disebut dies dominica atau hari Tuhan. Adapun seluruh sejarah umat manusia bertujuan agar ia bersama dengan kristus bangkit dari kematian di dunia menuju hidup baru di dunia baru, yaitu kerajaan Tuhan yang berasal dari surga (Ece quad erit in fine time fineu (lihatlah yang akan terjadi pada akhir zaman yang tanpa akhir). Adapun enam periode sejarah dunia yang disesuaikan dengan enam hari penciptaan manusia adalah :
1.Dari Adam sampai Air Bah (3500 SM)
2.Dari Air Bah sampai Ibrahim (1850 SM)
3.Dari Ibrahim sampai Daud (1250 SM)
4.Dari Daud sampai pembuangan di Babylonia (600 SM)
5.Dari pembuangan di Babylonia sampai kelahiran Kristus (4 M)
6.Dari Kristus sampai akhir dunia
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dijelaskan bahwa makna sejarah menurut Augustinus, sejarah merupakan suatu bagian rencana Illahi dan mencerminkan kehadiran akal Ilahi. Yang terpenting dan terbesar adalah sejarah manusia, dengan Tuhan sebagai pengarangnya. Sejarah manusia dimulai dari penciptaan, ditandai dengan berbagai peristiwa yang begitu menentukan seperti kejatuhan manusia dan inkarnasi Tuhan dalam krsitus, momen historis yang sekarang ini terlibat dalam ketegangan antara kata Illahi dan kata duniawi. Tak ada sesuatupun yang terjadi tanpa acuan pada penyelenggaraan Ilahi. Dilain pihak, apapun yang terjadi adalah suatu konsekuensi tindakan manusia, tertama dosa dan kejahatan. Rahmat Tuhan membangkitkan harapan manusia dan memungkinkannya mencapai kebahagiaan abadi di kota Ilahi setelah penjarahannya di dunia. Gagasan ini berpengaruh pada karya Dante dan ide Roger Bacon tentang Republik Kristiani. Konsep sejarah Augustinian juga tampak pada filsuf periode berikutnya, seperti Campanella, Jacques Bossuek, dan Leibnitz.
Lebih jauh dinytakan bahwa pandangan historis Augustinus dapat juga dipakai dalam mengembangkan filsafat sejarah model pancasila. Dalam konteks pemikiran ini akan terlihat pola yang linear, yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.
D. Karya-karya Augustinus
Augustinus adalah seorang penulis yang sangat produktif, terutama mengenai masalah-masalah teologi. Beberapa karya tulisnya yang kontroversial berkaitan dengan persoalan masa itu, dan tak mengandung perhatian yang lebih jauh kecuali dengan kaum pelagian, bisa dibilang tetap berpengaruh hingga zaman modern.
Banyak karyanya yang sangat berpengaruh dan terkenal hingga kini yaitu :
1) Confessiones, pengakuan (semacam riwayat hidup)
2) De Trinitate , tentang Allah Tri Tunggal
3) De Natura et Gratia, tentang kodrat dan rahmat
4) De civitate dei, tentang negeri Allah (sebuah buku mengenai masyarakat kristiani yang ideal dan hubungan antara negara dan agama, besar pengaruhnya pada abad pertengahan).
5) De quantitate Animae, tentang mutu jiwa
Selain karya-karya diatas, Augustinus juga menghasilkan karya-karya lainnya seperti De Beate Vita (on the happy life), De ordine (on order), De limortalite Animae (on the liner tolity of the soul), Soliluques (monoloque), de Magistra (concerning the teacher), De vera religion (on true religion), De libero arbitria (on free will, dan lain-lain)
Selain buku-buku, Augustinus juga banyak menulis surat-surat diantaranya
1) Surat tentang mengajarkan iman kepada mereka yang tidak berpendidikan
2) Surat tentang manfaat percaya
3) Surat tentang pemahaman diri
4) Surat tentang pernikahan yang baik
5) Surat tentang berbohong
6) Surat tentang kesabaran
7) Surat tentang keperawakan yang kudus
8) Surat tentang karya biarawan
9) Surat tentang hal-hal yang tidak kelihatan, dan lain-lain
3. MARSILIUS
A. Marsilius of Padua
Marsilius mengikuti ide-ide Aristoteles tentang negara dan masyarakat dengan cara yang sama seperti yang dilakukan St. Thomas, tetapi kesimpulannya jauh berbeda dengan kesimpulan St. Thomas. Perbedaan ini merupakan akibat dari konsep yang sangat berbeda mengenai hubungan antara faith (keyakinan) dan reason (akal). Dari sudut pandang filsafat politik, epndapat Marsilius berarti bahwa negara harus dipelajaridari sudut pandang sekuler murni tanpa mengacu pada aspek kehidupan masayrakat yang bersifat supranatural.
Marsilius berpegang pada teori organis negara sebagaimana yang dipahami umum. “Bahkan sebagaimana binatang yang dibentuk secara serasi dengan alam mempunyai bagian-bagian yang saling berhubungan, yang mengkomunikasikan gerak-geriknya satu sama lain, demikian juga negara yang dibentuk dan dibangun sesuai dengan rasio berjalan dengan cara yang sama”. Namun demikian, konsepsinya tentang kesatuan organisme ini lebih sejalan dengan kecenderungan nominalistik pemikiran abad pertengahan akhir daripada dengan teori tradisional. Pemikir paduan ini berbeda dengan para pendahulunya mengenai tujuan negara. Ia menafsirkan kehidupan yang baik dan mencukupi sebagai salah satu dari jaminan ekonomi dan sosial dan sebagai pemenuhan keinginan dasar manusia yang tidak terkait dengan nilai-nilai etika dan moral.
Marsilius mempunyai oadangan yang sama dengan St. Thomas mengenai kedaulatan rakyat, tetapi konsep hukumnya menjadikan teorinya tentang kedaulatan rakyat warna yang sangat berbeda dengan pendahulunya. Marsilius menganggap esensi hukum sebagai aturan koersif dan bukan hasil dari pikiran yang benar. Ia tidak menyebut hukum sebagai produk dari pikiran; sebaliknya ia menekankan asal-usulnya dalam kehendak manusia.
Marsilius mengadopsi definisi Aristoteles mengenai kewarganegaraan sebagai “setiap orang yang berpartisipasi dalam komunitas sipil, dalam dewan atau lembaga, menurut jabatannya. Dengan definis ini, anak-anak, budak, penyewa dan perempuan tidak termasuk dalam kategori warga negara”. Marsilius menjustifikasi penyerahan kekuasaan pembuatan hukum di tangan rakyat dengan prinsip Aristoteles bahwa keputusan kolektif dari orang banyak lebih baik daripada keputusan individu atau sedikit orang. Ketika hukum sudah diterapkan, pelaksanaannya harus diserahkan pada penguasa politik dengan bentuk pemerintahan yang monarki.
Meskipun Marsilius masih berbicara dalam term-term klasik dan abad pertengahan, orientasi yang diberikannya pada filsafat politik nampak sekali “modern”. Kemodernan ini paling tidak nampak pada empat aspek, yaitu :1) Marsilius memahami kekuasaan politik bukan dari sudut etika dan intelektual, tetapi dari sudut utilitarian dan biologis; (2) psikologi Marsilius mempunyai dampak hilangnya hukum alam sebagai norma dan kondisi bagi legitimasi politik; (3) teori hukum yang dipegangoleh pemikir paduan ini merupakan ancangan (foreunner) dari konsep hukum Augustinus sebagai titah penguasa dan doktrin kedaulatan rakyat seperti yang terdapat dalam pemikiran Rousseau; dan (4) prosedur yang diterapkan Marsilius dalam studi negaranya ini menekankan aspek teori politik yang hanya mendapat sedikit perhatian selama abad pertengahan.
b. Teori Kedaulatan Negara
Menurut teori ini, pemerintah memperoleh kekuasaan tertinggi dari negara. Negara adalah kodrat alam, sedangkan kedaulatan itu sendiri ada sejak negara itu berdiri. Dengan demikian negara merupakan sumber kedaulatan hokum itu ada karena dikehendaki oleh negara. Teori kedaulatan ini pernah diberlakukan Rusia pada masa kekuasaan Tsar dan Jerman pada masa Hitler, serta Italia pada saat Mussolini berkuasa.
Pelopor teori ini adalah Hegel, Paul Laband, Jean Bodin dan George Jellinek.
1. HEGEL
• Nama lengkap George Wilhelm Friedrich Hegel
• Lahir 27 Agustus 1770 Stuttgart, Jerman
• Meninggal November 14, 1831 (umur 61) Berlin, Jerman
Era filsafat abad ke-19
• Jasa – jasanya :Sekolah Idealisme Jerman; Pendiri Hegelianisme; Historisisme
• Minat utama: Logika, Filsafat sejarah, Estetika, Agama, Metafisika, Epistemologi, Filsafat Politik,
• Gagasan penting: Absolute idealisme, Dialectic, Sublation, tuan-budak dialektika
• Dipengaruhi oleh
Aristoteles, Herakleitos, Anselmus, Descartes, Goethe, Spinoza, Rousseau, Böhme, Kant, Fichte, Holderlin, Vico, Herder, Schelling
Adorno, Bakunin, Barth, Bataille, Bauer, Bookchin, Bradley,
GeorgeWilhelm Friedrich Hegel (27 Agustus 1770 - 14 November 1831) adalah seorang filsuf Jerman, salah satu pencipta Idealisme Jerman. Nya rekening historis dan idealis dari total realitas sebagai keseluruhan merevolusi filsafat Eropa dan merupakan pelopor penting filsafat kontinental dan Marxisme.
Hegel mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif filosofis, atau "sistem", untuk menjelaskan secara terpadu dan perkembangan jalan bagi hubungan antara pikiran dan alam, subjek dan objek pengetahuan, dan psikologi, negara, sejarah, seni, agama dan filsafat. Secara khusus, ia mengembangkan suatu konsep pikiran atau jiwa yang terwujud dalam serangkaian kontradiksi dan pertentangan yang pada akhirnya terpadu dan bersatu, tanpa menghilangkan atau mengurangi salah satu tiang yang satu ke yang lain. Contoh-contoh termasuk yang kontradiksi antara alam dan kebebasan, dan antara imanensi dan transendensi.
Hegel dipengaruhi penulis sangat beragam posisi, termasuk para pengagumnya (Bauer, Brandom, Feuerbach, TH Green, Marx, Bradley, Dewey, Sartre, Hans Küng, Kojève, Žižek) dan pencela (Schelling, Kierkegaard, Schopenhauer, Nietzsche, Peirce, Popper, Russel). Konsepsi berpengaruh adalah dari logika spekulatif atau "dialektika", "idealisme mutlak", "Roh", negativitas, sublation (Aufhebung dalam bahasa Jerman), yang "Master / Slave" dialektika, "kehidupan etis" dan pentingnya sejarah. Hegel lahir pada 27 Agustus 1770 di Stuttgart, di Württemberg Kadipaten di barat daya Jerman. Georg Wilhelm Friedrich dibaptis, ia dikenal sebagai Wilhelm kepada keluarga dekat. Ayahnya, Georg Ludwig, adalah Rentkammersekretär (sekretaris kantor pendapatan) di pengadilan Karl Eugen, Duke of Württemberg.Ibunya, Maria Magdalena Louisa (née Fromm), adalah anak perempuan seorang pengacara di Pengadilan Tinggi Keadilan di pengadilan Württemberg. Dia meninggal karena "bersifat empedu demam" (Gallenfieber) ketika Hegel adalah tiga belas. Hegel dan ayahnya juga menangkap penyakit tetapi sempat selamat. Hegel punya adik perempuan, Christiane Luise (1773-1832), dan menjadi seorang saudara, Georg Ludwig (1776-1812), yang akan binasa sebagai perwira Napoleon Rusia kampanye tahun 1812.
Pada usia tiga Hegel pergi ke "Sekolah Jerman". Ketika ia memasuki "Sekolah Latin" usia lima tahun, ia sudah tahu deklinasi pertama, yang telah diajarkan tersebut oleh ibunya.
Pada 1776 Hegel memasuki illustre Gymnasium Stuttgart. Selama masa remaja Hegel membaca lahap, menyalin ekstrak panjang dalam buku hariannya. Penulis ia membaca termasuk Klopstock penyair dan penulis yang terkait dengan Pencerahan seperti Kristen dan Garve Gotthold Ephraim Lessing. Hegel studi di Gymnasium itu menyimpulkan dengan Abiturrede ( "wisuda pidato") berjudul "negara gagal seni dan beasiswa di Turki(1788-93).
Pada usia delapan belas Hegel memasuki Tübinger Stift (seminari Protestan yang terikat pada Universitas Tübingen), di mana dua orang mahasiswa menjadi penting bagi pengembangan dirinya-dengan tepat kontemporer, penyair Friedrich Hölderlin, dan yang lebih muda brilian filsuf-untuk -akan Friedrich Wilhelm Joseph Schelling. Berbagi ketidaksukaan terhadap apa yang mereka anggap sebagai lingkungan terbatas Seminari, ketiga menjadi teman dekat dan saling mempengaruhi satu sama lain ide-ide. Mereka menyaksikan terungkapnya Revolusi Perancis dengan berbagi antusiasme. Schelling dan Holderlin tenggelam diri dalam perdebatan-perdebatan teoritis tentang filsafat Kant, yang darinya Hegel tetap menyendiri. Hegel pada saat ini membayangkan bahwa masa depannya sebagai seorang Popularphilosoph, yakni, seorang "sastrawan" yang berfungsi untuk membuat ide-ide para filsuf muskil dapat diakses oleh publik yang lebih luas; nya sendiri merasa perlu untuk terlibat secara kritis dengan ide-ide sentral tidak Kantianism tidak datang sampai 1800. Hegel terlibat secara kritis oleh dirinya sendiri.
Bern (1793-96) dan Frankfurt (1797-1801)
Setelah menerima sertifikat teologis (Konsistorialexamen) dari Seminari Tübingen, Hegel menjadi Hofmeister (rumah guru) untuk keluarga bangsawan di Berne (1793-96). Selama periode ini ia menulis teks yang telah menjadi dikenal sebagai "Kehidupan Yesus" dan buku-naskah panjang yang berjudul "The Positivity dari Agama Kristen". Hubungannya dengan majikan telah menjadi tegang, Hegel dengan senang hati menerima tawaran ditengahi oleh Holderlin untuk mengambil posisi yang sama dengan keluarga pedagang anggur di Frankfurt, di mana ia pindah pada 1797. Di sini diberikan Holderlin pengaruh yang penting pada pemikiran Hegel.
Sementara di Frankfurt Hegel menyusun esai "Fragmen mengenai Agama dan Cinta". Pada tahun 1799 ia menulis esai lain yang berjudul "The Spirit of Christianity and Its Fate" yang tidak diterbitkan semasa hidupnya.
A. Karir diJena, Bamberg dan Nuremberg: 1801-1816
Pada tahun 1801 Hegel datang ke Jena dengan dorongan dari para teman lama Schelling, yang Profesor Luar Biasa di Universitas di sana. Hegel mengamankan posisi di University sebagai Privatdozent (unsalaried dosen) setelah mengirim sebuah Habilitationsschrift (disertasi) di orbit planet-planet. Kemudian di tahun pertama Hegel buku, The Difference Between Fichte dan Schelling's System of Philosophy, muncul. Dia berceramah tentang "Logika dan Metafisika" dan, dengan Schelling, memberikan kuliah bersama pada sebuah "Pengantar Ide dan Batasan yang Benar Filsafat" dan mengadakan "Philosophical Disputorium". Pada tahun 1802 Schelling dan Hegel mendirikan sebuah jurnal, yang Kritische Journal der Philosophie ( "Kritis Journal of Philosophy") tempat mereka masing-masing menyumbangkan potongan hingga kerjasama ini diakhiri dengan keberangkatan Schelling Würzburg pada tahun 1803.
Pada 1805 Hegel Universitas dipromosikan ke posisi Profesor Luar Biasa (unsalaried), setelah Hegel menulis surat kepada menteri penyair dan budaya Johann Wolfgang von Goethe memprotes promosi filosofisnya Jakob Friedrich Fries musuh di depannya. Hegel mencoba untuk meminta bantuan penyair dan penerjemah Johann Heinrich Voss untuk mendapatkan posting baru yg bangun kembali di University of Heidelberg, tapi gagal; ke kecewa, Fries kemudian pada tahun yang sama dibuat Ordinary Profesor (gaji) di sana. Hegel melihat "dunia roh di atas kuda", Napoleon.
Terjadi pengeringan keuangan dengan cepat, Hegel sekarang di bawah tekanan besar untuk mengirimkan bukunya, yang sudah lama dijanjikan kepada Sistem pengenalan. Hegel adalah menempatkan sentuhan akhir buku ini, kini disebut Fenomenologi Roh, seperti Napoleon terlibat tentara Prusia pada 14 Oktober 1806, dalam Pertempuran Jena pada sebuah dataran tinggi di luar kota. Pada hari sebelum pertempuran, Napoleon memasuki kota Jena. Hegel menceritakan tayangan dalam sebuah surat kepada temannya Friedrich Immanuel Niethammer:
Aku melihat Kaisar - dunia ini jiwa - berkuda keluar dari kota pada pengintaian. Sungguh sensasi yang indah untuk melihat seperti seorang individu, yang, terkonsentrasi di sini pada satu titik, menunggang kuda, mencapai di atas dunia dan majikan itu.pria yang luar biasa ini, yang tidak mustahil untuk dikagumi.
Meskipun Napoleon memilih untuk tidak menutup Jena seperti yang ia universitas lain, kota ini hancur dan mahasiswa meninggalkan universitas berbondong-bondong, membuat prospek keuangan Hegel bahkan lebih buruk. Berikut induk semang Hegel Februari Christiana Burkhardt (yang telah ditinggalkan oleh suaminya) melahirkan anak mereka Georg Friedrich Ludwig Fischer (1807-31).
Pada bulan Maret 1807, umur 37, Hegel pindah ke Bamberg, di mana Niethammer menolak dan diteruskan kepada Hegel tawaran untuk menjadi editor sebuah surat kabar, yang Bamberger Zeitung. Hegel, tidak dapat menemukan pekerjaan yang lebih cocok, enggan diterima. Ludwig Fischer dan ibunya (yang Hegel mungkin telah menawarkan untuk menikah setelah kematian suaminya) tetap tinggal di Jena.
Ia kemudian, pada bulan November 1808, kembali melalui Niethammer, ditunjuk kepala sekolah dari sebuah Gymnasium di Nuremberg, pos dipegangnya hingga 1816. Sementara di Nuremberg Hegel disesuaikan dengan baru-baru ini diterbitkan Phenomenology of Mind untuk digunakan di dalam kelas. Bagian dari wewenangnya menjadi untuk mengajar kelas yang disebut "Pengantar Pengetahuan tentang Coherence Universal dari Ilmu", Hegel mengembangkan gagasan tentang bebas dari ilmu-ilmu filsafat, jatuh ke dalam tiga bagian (logika, filsafat alam, dan filsafat semangat ).
Hegel menikahi Marie Helena Tucher Susanna von (1791-1855), putri sulung seorang Senator, pada tahun 1811. Periode ini melihat publikasi besar keduanya bekerja, Science of Logic (Wissenschaft der Logik; 3 jilid., 1812, 1813, 1816), dan kelahiran kedua anak laki-laki yang sah, Karl Friedrich Wilhelm (1813-1901) dan Immanuel thomas Kristen (1814-1891).
Heidelberg dan Berlin: 1816-1831
Setelah menerima tawaran posting dari Universitas Erlangen, Berlin, dan Heidelberg, Heidelberg Hegel memilih, di mana ia pindah pada 1816. Segera setelah itu, pada bulan April 1817, anak gelapnya Ludwig Fischer (sekarang sepuluh tahun) bergabung dengan Hegel rumah tangga, karena sejauh ini menghabiskan masa kecilnya di sebuah panti asuhan. (Ludwig ibu telah meninggal dalam sementara itu.)
Hegel menerbitkan The Encyclopedia of the Philosophical Kalimat-kalimat dalam Garis Besar (1817) sebagai ringkasan dari filsafatnya bagi siswa yang menghadiri kuliah-kuliahnya di Heidelberg.
Hegel dengan siswa Berlin
Sketsa oleh Franz Kugler
Pada tahun 1818 diperbarui Hegel menerima tawaran kursi filsafat di Universitas Berlin, yang tetap kosong sejak Fichte wafat pada 1814. Di sini ia menerbitkan Philosophy of Right (1821). Hegel upaya terutama diarahkan pada memberikan kuliah-kuliahnya; kursus ceramahnya estetika, filsafat agama, filsafat sejarah, dan sejarah filsafat yang diterbitkan secara anumerta dari catatan kuliah yang diambil oleh murid-muridnya. Ketenarannya menyebar dan kuliah-kuliahnya menarik mahasiswa dari seluruh Jerman dan seterusnya.
Hegel diangkat menjadi Rektor Universitas pada tahun 1830, ketika ia berusia 60. Dia merasa sangat terganggu oleh kerusuhan reformasi di Berlin pada tahun itu. Pada 1831 Frederick William III dihiasi dia karena pelayanan kepada negara Prusia. Pada Agustus 1831 mencapai epidemi kolera Berlin dan Hegel meninggalkan kota, mengambil penginapan di Kreuzberg. Sekarang dalam keadaan lemah kesehatan, Hegel keluar sedikit. Ketika semester baru dimulai pada bulan Oktober, Hegel kembali ke Berlin, dengan (salah) kesan bahwa epidemi umumnya telah mereda. Oleh November 14 Hegel sudah meninggal. Diucapkan dokter penyebab kematian sebagai kolera, namun kemungkinan besar ia meninggal dari penyakit usus yang berbeda. [15] Dia dikatakan telah mengucapkan kata-kata terakhir "Dan dia tidak memahami saya" sebelum kadaluarsa. [16] Di sesuai dengan keinginan, Hegel dimakamkan pada tanggal 16 November di Pemakaman Dorotheenstadt samping Fichte dan Solger.
Putra Hegel Ludwig Fischer telah meninggal tak lama sebelum ketika melayani dengan tentara Belanda di Batavia; berita kematiannya tidak pernah mencapai ayahnya. Awal tahun berikutnya Christiane lain Hegel bunuh diri karena tenggelam. Putra Hegel Karl, yang menjadi seorang sejarawan, dan Immanuel, yang mengikuti jalan teologis, kehidupan lama hidup di mana mereka dijaga ayah mereka edisi Nachlass dan menghasilkan karya-karyanya.
Karya Hegel diterbitkan hanya empat buku selama hidupnya: dalam Fenomenologi Roh (atau Phenomenology of Mind), pandangannya tentang evolusi kesadaran dari persepsi indrawi untuk pengetahuan mutlak, yang diterbitkan pada tahun 1807; Ilmu Logika, logis dan metafisik inti dari filsafatnya, dalam tiga jilid, yang diterbitkan pada tahun 1811, 1812, dan 1816 (direvisi 1831); Encyclopedia of the Philosophical Sciences, sebuah ringkasan dari seluruh sistem filsafat, yang aslinya diterbitkan pada 1816 dan direvisi pada tahun 1827 dan 1830; dan Unsur dari Hak Filsafat, filsafat politik-nya, yang diterbitkan tahun 1822. Pada tahun yang kedua, ia mengkritik von Haller's reaksioner kerja, yang menyatakan bahwa undang-undang itu tidak perlu. Dia juga menerbitkan beberapa artikel di awal kariernya dan selama periode Berlin. Sejumlah karya-karya lain pada filsafat sejarah, agama, estetika, dan sejarah filsafat dikumpulkan dari catatan kuliah dari mahasiswa dan diterbitkan secara anumerta.
Hegel batu nisan di Berlin
Hegel bekerja memiliki reputasi untuk kesulitan mereka dan untuk luasnya topik yang mereka berusaha untuk menutupi. Hegel memperkenalkan suatu sistem untuk memahami sejarah filsafat dan dunia itu sendiri, sering disebut sebagai "perkembangan di mana setiap gerakan berturut-turut muncul sebagai penyelesaian kontradiksi yang melekat pada gerakan sebelumnya". Sebagai contoh, Revolusi Perancis untuk Hegel merupakan pengenalan individu riil kebebasan politik ke masyarakat Eropa untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tetapi justru karena kebaruan mutlak, juga sangat radikal: di satu sisi kebangkitan kekerasan diperlukan untuk melaksanakan revolusi tidak bisa berhenti menjadi dirinya sendiri, sementara di sisi lain, ia telah dikonsumsi para lawan. Oleh karena itu revolusi memiliki tempat untuk berpaling tapi hasil sendiri ke: hard-won kebebasan adalah brutal dikonsumsi oleh Reign of Terror. Sejarah Namun, kemajuan dengan belajar dari kesalahan: hanya setelah dan justru karena pengalaman ini dapat satu mengandaikan adanya suatu negara konstitusional warga negara bebas, memasukan kedua kekuatan pengorganisasian yang dermawan rasional revolusioner pemerintah dan cita-cita kebebasan dan kesetaraan. Hegel komentar pada revolusi Perancis yang dipimpin penyair Jerman Heinrich Heine untuk label dia "The Orléans dari Filsafat Jerman".
Gaya penulisan Hegel sulit untuk dibaca; ia digambarkan oleh Bertrand Russell dalam Sejarah Filsafat Barat sebagai satu-satunya filsuf paling sulit untuk mengerti. Hal ini sebagian karena Hegel mencoba mengembangkan sebuah bentuk pemikiran baru dan logika, yang ia sebut "alasan spekulatif" dan yang lebih terkenal termasuk konsep "dialektika", untuk mencoba mengatasi apa yang dia lihat sebagai keterbatasan, baik akal sehat dan tradisional memegang filsafat di masalah filosofis dan hubungan antara pikiran dan kenyataan.
B. Pemikiran Kebebasan
Pemikiran Hegel dapat dipahami sebagai pembangunan yang konstruktif dalam tradisi yang luas yang mencakup Plato dan Kant. Untuk daftar ini yang bisa menambahkan Proclus, Meister Eckhart, Leibniz, Plotinus, Jakob Boehme, dan Rousseau. Apa semua pemikir berbagi, yang membedakan mereka dari materialis seperti Epikurus, kaum Stoa, dan Thomas Hobbes, dan dari empirisis seperti David Hume, adalah bahwa mereka menganggap kebebasan atau penentuan nasib sendiri, baik sebagai nyata dan sebagai memiliki implikasi ontologis yang penting, karena jiwa atau pikiran atau keilahian. Hal ini berfokus pada kebebasan adalah apa yang menghasilkan gagasan Plato (dalam Phaedo, Republik, dan Timaeus) jiwa memiliki yang lebih tinggi atau lebih lengkap jenis realitas daripada benda mati miliki. Sementara Aristoteles mengkritik Plato's "Forms", dia memelihara keasyikan Plato dengan implikasi ontologis menentukan nasib sendiri, dalam konsepsi penalaran etika, hierarki jiwa di alam, urutan kosmos, dan penggerak utama. Kant, juga, memelihara obsesi ini Plato dalam pengertian moral dan noumenal kebebasan, dan Tuhan.
Dalam diskusi tentang "Roh" dalam Encyclopedia, Hegel memuji Aristoteles's On The Soul sebagai "yang paling mengagumkan, bahkan mungkin satu-satunya, bekerja dari nilai filosofis tentang topik ini" (par. 378). Dan dalam Fenomenologi Roh dan Science of Logic, Hegel Kant perhatian dengan topik-topik seperti kebebasan dan moralitas, dan dengan implikasi ontologis, adalah luas. Bukan sekadar dualisme Kant menolak kebebasan versus alam, Hegel bertujuan untuk menggolongkan hal itu dalam "benar tak terhingga", yang "Concept" (atau "Pemikiran": Begriff), "Roh", dan "kehidupan etis" sedemikian rupa sehingga Dualitas Kantian diterjemahkan dipahami (seperti yang disebutkan di atas), daripada tetap menjadi kasar "yang diberikan."
Alasan mengapa ini terjadi subsumption dalam serangkaian konsep-konsep ini adalah bahwa metode Hegel, dalam Science of Logic dan Encyclopedia, adalah mulai dengan ultra-konsep dasar seperti Menjadi dan apa-apa, dan untuk mengembangkan ini melalui rangkaian panjang elaborasi, termasuk yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya. Dengan cara ini, sebuah solusi yang dicapai, pada prinsipnya, di rekening "infinity sejati" dalam Ilmu Logika's bab tentang "Kualitas", diulangi dalam samaran baru di tahap-tahap selanjutnya, semua cara untuk "Roh" dan " kehidupan etis ", dalam volume ketiga Encyclopedia.
Dengan cara ini, Hegel bermaksud untuk membela kebenaran kuman dalam dualisme Kant reduktif atau eliminatif terhadap program-program seperti materialisme dan empirisisme (yang satu dapat melihat di tempat kerja di banyak kritikus Hegel, termasuk Nietzsche dan Russell). Seperti Plato, dengan dualisme jiwa versus nafsu jasmani, Kant ingin menekankan kemampuan pikiran untuk mempertanyakan merasa kecenderungan atau nafsu dan muncul dengan standar "kewajiban" (atau, dalam kasus Plato, "baik") yang melampaui mereka. Hegel mempertahankan penting ini Platonis dan Kantian kepedulian dalam bentuk tak terhingga yang terjadi di luar yang terbatas (sebuah proses yang sebenarnya Hegel berkaitan dengan "kebebasan" dan "seharusnya"), universal akan melampaui tertentu (dalam Konsep) , dan Roh Kudus akan melampaui Alam. Dan Hegel menjadikan dualitas ini dapat dimengerti oleh (akhirnya) argumennya dalam "Kualitas" bab Ilmu Logika bahwa yang terbatas harus menjadi tak terbatas untuk mencapai "realitas." Hal ini karena, seperti Hegel menyarankan oleh pengenalan konsep "realitas", apa yang menentukan sendiri daripada tergantung pada hubungan hal-hal lain untuk karakter utama, lebih lengkap "nyata" (mengikuti etimologi Latin "nyata": lebih banyak "hal-seperti") daripada apa yang tidak. Hal-hal yang terbatas tidak menentukan sendiri, karena, sebagai "terbatas" hal-hal, karakter penting mereka ditentukan oleh batas-batas mereka, di atas terhadap hal-hal yang terbatas lainnya. Jadi, untuk menjadi "nyata", mereka harus melampaui keterbatasan mereka ( "Keterbatasan hanya sebagai melampaui dari dirinya sendiri").
Hasil dari argumen ini adalah bahwa yang terbatas dan tak terbatas-dan, dengan ekstensi, khusus dan universal, alam dan kebebasan-jangan berhadapan satu sama lain sebagai dua realitas independen, tapi yang terakhir (dalam setiap kasus) adalah melampaui diri dari mantan. Dengan demikian alih-alih hanya "diberikan", tanpa penjelasan, hubungan antara terbatas dan tak terbatas (dan khusus dan universal, dan alam dan kebebasan) menjadi dipahami. Dan tantangan yang dikeluarkan untuk eliminatif reduktif dan program-program seperti materialisme dan empirisisme: Apa jenis "realitas" yang Anda entitas atau data dasar miliki?
C. Perkembangan
Tulisan-tulisan Jakob Böhme memiliki efek yang kuat tentang Hegel. Böhme telah menulis bahwa Kejatuhan Manusia adalah tahap penting dalam evolusi alam semesta. Evolusi ini, itu sendiri, hasil dari keinginan Allah untuk melengkapi kesadaran diri. Hegel terpesona oleh karya-karya Kant, Rousseau, dan Goethe, dan oleh Revolusi Perancis. Filsafat modern, budaya, dan masyarakat tampaknya Hegel penuh dengan kontradiksi dan ketegangan, seperti yang antara subjek dan objek pengetahuan, pikiran, dan alam, diri sendiri dan Lain-lain, kebebasan dan otoritas, pengetahuan dan iman, Pencerahan dan Romantisisme. Hegel filosofis utama proyek ini untuk mengambil kontradiksi-kontradiksi ini dan ketegangan dan menafsirkannya sebagai bagian dari komprehensif, berkembang, persatuan yang rasional, dalam konteks yang berbeda, ia disebut "ide absolut" atau "pengetahuan absolut".
Menurut Hegel, karakteristik utama dari kesatuan ini adalah bahwa ia berkembang melalui dan terwujud dalam kontradiksi dan negasi. Kontradiksi dan negasi memiliki kualitas yang dinamis pada setiap titik di setiap domain realitas-kesadaran, sejarah, filsafat, seni, alam, masyarakat-mengarah pada pengembangan lebih lanjut sampai tercapai kesatuan rasional yang melindungi kontradiksi sebagai fasa dan sub-bagian dengan mengangkat mereka (Aufhebung) ke kesatuan yang lebih tinggi. Seluruh mental karena pikiran yang dapat memahami semua fase ini dan sub-bagian sebagai langkah-langkah dalam proses sendiri pemahaman. Hal ini rasional karena sama, yang mendasarinya, logis, urutan perkembangan mendasari setiap domain realitas dan pada akhirnya urutan sadar diri pemikiran rasional, meskipun hanya dalam tahap pembangunan asalnya penuh kesadaran diri. Yang rasional, sadar-diri secara keseluruhan bukanlah sesuatu atau menjadi yang terletak di luar hal-hal lain yang ada atau pikiran. Sebaliknya, ia datang sampai selesai hanya dalam pemahaman filosofis individu manusia yang ada pikiran yang, melalui pemahaman mereka sendiri, membawa proses perkembangan ini untuk memahami sendiri.
(Catatan: "Pikiran" dan "Roh" adalah terjemahan bahasa Inggris umum Hegel penggunaan Jerman "Geist." Sebagian orang berpendapat bahwa salah satu dari syarat-syarat ini terlalu "psychologize" Hegel, menyiratkan semacam berbadan, solipsistic kesadaran seperti hantu atau "jiwa." Menggabungkan makna semangat-seperti dewa, hantu atau pikiran dengan disengaja.
Konsepsi Hegel pengetahuan dan pikiran (dan karenanya juga realitas) adalah gagasan tentang identitas dalam perbedaan, yaitu pikiran itu externalizes dirinya dalam berbagai bentuk dan benda-benda yang berdiri di luar atau bertentangan dengan itu, dan bahwa, melalui mengenali sendiri di dalamnya, adalah "dengan dirinya sendiri" dalam manifestasi eksternal ini, sehingga mereka berada pada satu waktu yang sama pikiran dan lain-daripada-pikiran. Pengertian identitas dalam perbedaan, yang terikat erat dengan konsepsi kontradiksi dan negatif, adalah fitur utama pemikiran Hegel membedakan dari yang lain philosophers.politics
D. Masyarakat Sipil
Hegel membuat perbedaan antara masyarakat sipil dan negara dalam Elements of the Philosophy kanan. Dalam karya ini, masyarakat sipil (Hegel menggunakan istilah "buergerliche Gesellschaft" walaupun sekarang disebut sebagai Zivilgesellschaft dalam bahasa Jerman untuk menekankan yang lebih masyarakat inklusif) adalah tahap pada hubungan dialektis antara Hegel dianggap berlawanan, makro-komunitas negara dan komunitas mikro keluarga. Secara umum, istilah terpecah, seperti pengikut Hegel, ke kiri politik dan kanan. Di sebelah kiri, itu menjadi dasar bagi Karl Marx masyarakat madani sebagai basis ekonomi; ke kanan, itu menjadi keterangan untuk semua aspek-aspek non-negara masyarakat, memperluas keluar dari kekakuan ekonomi Marxisme ke dalam budaya, masyarakat dan politik. Liberal modern ini perbedaan antara masyarakat politik dan masyarakat sipil juga diikuti oleh Alexis de Tocqueville,dan Heraclitus.
Menurut Hegel, "Heraclitus adalah orang yang pertama menyatakan sifat yang tak terbatas dan mencengkeram pertama alam sebagai tak terbatas itu sendiri, yaitu, esensinya sebagai proses. Asal-usul filsafat harus tanggal dari Herakleitos. Nya adalah gigih Ide yang sama pada semua filsuf hingga sekarang, karena itu adalah Ide Plato dan Aristoteles. "Bagi Hegel, Heraclitus prestasi besar yang telah memahami sifat yang tak terbatas, yang bagi Hegel mencakup pemahaman yang melekat contradictoriness dan negatif dari realitas, dan telah memahami bahwa realitas menjadi atau proses, dan bahwa "menjadi" dan "ketiadaan" adalah abstraksi kosong belaka. Menurut Hegel, Heraclitus's "ketidakjelasan" berasal dari ia seorang yang benar (dalam istilah Hegel "spekulatif") filsuf yang memegang kebenaran yang paling filosofis dan karenanya menyatakan dirinya dalam cara yang melampaui sifat abstrak dan terbatas akal sehat dan sulit menangkap oleh mereka yang beroperasi dalam akal sehat. Hegel menegaskan bahwa dalam Heraclitus dia punya yg di atas untuk logika: "... tidak ada proposisi Heraclitus yang saya belum diadopsi dalam logika saya."
Hegel mengutip sejumlah fragmen Herakleitos dalam Kuliah tentang Sejarah Filsafat. Salah satu atribut yang ia sangat penting adalah fragmen ia diterjemahkan sebagai
"Menjadi tidak lebih dari Non-being", yang berarti menafsirkan
Sei Nichts sein und dasselbe
Menjadi dan non-yang adalah sama.
Heraclitus tidak membentuk kata benda abstrak apapun dari penggunaan biasa "menjadi" dan "menjadi" dan dalam fragmen yang tampaknya menentang setiap identitas A ke identitas lainnya B, C, dll, yang tidak-A. Hegel, bagaimanapun, tidak menafsirkan-A sebagai tidak ada sama sekali, tidak apa-apa, yang tidak dapat dipahami, tetapi tak jelas atau "murni" yang tanpa kekhasan atau kekhususan. Pure sedang dan murni tiada atau ketiadaan adalah untuk Hegel murni abstraksi dari realitas menjadi, dan ini juga bagaimana dia menafsirkan Heraclitus. Heraclitus penafsiran ini tidak dapat dikesampingkan, tetapi bahkan jika ada bukan inti utama pikirannya.
Bagi Hegel, gerakan bagian dalam realitas adalah proses pemikiran Allah seperti yang dinyatakan dalam evolusi alam semesta alam dan berpikir yaitu, Hegel berpendapat bahwa, ketika sepenuhnya dan dipahami dengan baik, kenyataan sedang berpikir oleh Allah sebagai manusia dimanifestasikan dalam pemahaman proses ini dalam dan melalui filsafat. Karena pikiran manusia adalah gambar dan pemenuhan pikiran Allah, Allah tidak tak terlukiskan (sehingga harus dipahami sebagai terucapkan) namun dapat dipahami oleh analisis pikiran dan kenyataan. Sama seperti manusia terus-menerus mengoreksi konsep-nya realitas melalui proses dialektis sehingga Allah sendiri menjadi lebih lengkap diwujudkan melalui proses dialektis menjadi.
Untuk Hegel allahnya tidak mengambil logo Heraclitus, tetapi lebih mengacu kepada nous dari Anaxagoras, meskipun ia mungkin telah menganggap mereka sama, karena ia terus untuk merujuk pada rencana Tuhan, yang identik dengan Allah. Nous berpikir apa pun setiap saat adalah substansi aktual dan identik dengan yang terbatas, tetapi lebih masih harus berpikir dalam substrat non-sedang, yang identik dengan pikiran murni atau terbatas.
Alam semesta sebagai Oleh karena itu menjadi kombinasi yang dan non-manusia. Tertentu tidak pernah lengkap dalam dirinya sendiri, tetapi untuk mencari penyelesaian secara terus-menerus berubah menjadi lebih komprehensif, kompleks, khusus berkaitan diri. Sifat penting yang-untuk-sendiri adalah bahwa bebas "dalam dirinya sendiri"; itu, hal itu tidak tergantung pada hal lain, seperti materi, untuk menjadi. Mewakili keterbatasan belenggu, yang harus selalu pengecoran menghilang saat itu menjadi lebih bebas dan lebih menentukan diri.
Meskipun Hegel memulai berfilsafat dengan komentar pada agama Kristen dan sering kali mengungkapkan pandangan bahwa ia adalah seorang Kristen, ide-idenya Tuhan tidak di rumah di antara beberapa orang Kristen, meskipun dia memiliki pengaruh besar terhadap ke-19 dan abad ke-20 teologi. Pada saat yang sama, sebuah versi ateistik pikirannya malah diadopsi oleh beberapa Marxis, yang, melucuti diri konsep ketuhanan, gaya apa yang tersisa materialisme dialektis, yang beberapa lihat sebagai berasal dari Herakleitos.
Pikiran Hegel pada pribadi Yesus Kristus berdiri keluar dari teologi Pencerahan. Dalam buku anumerta, The Christian Religion: Kuliah Filsafat Agama pada Bagian 3, dia dukung itu, "Allah bukanlah suatu abstraksi, tetapi Allah yang nyata." "Tuhan, dipertimbangkan dalam pengertian Ide yang abadi, harus menghasilkan Anak, harus membedakan dirinya dari dirinya sendiri; ia adalah proses membedakan, yaitu, cinta, dan Roh". Ini berarti bahwa Yesus sebagai Anak Allah adalah diandaikan oleh Allah atas terhadap dirinya sebagai lain. Hegel melihat baik relasional metafisik kesatuan dan persatuan antara Yesus dan Allah Bapa. Untuk Hegel, Yesus adalah ilahi dan Manusia. Sebelum kematian-dari-Allah "teolog, Hegel lebih lanjut menegaskan bahwa Allah (sebagai Yesus) tidak hanya mati, tetapi" ... lebih tepatnya, terjadi pembalikan: Allah, artinya, menjaga dirinya sendiri dalam proses, dan yang terakhir hanya kematian kematian. Allah naik lagi untuk hidup, dan dengan demikian hal-hal yang terbalik. " Karena itu Hegel tidak hanya mempertahankan keilahian Yesus, tetapi kebangkitan sebagai suatu kenyataan.
[sunting] Pengaruh
Ada pandangan pemikiran Hegel sebagai representasi dari puncak Jerman awal abad ke-19 gerakan idealisme filosofis. Itu akan datang ke berdampak besar pada banyak sekolah filsafat masa depan, termasuk sekolah yang menentang dialektika Hegel idealisme tertentu, seperti Eksistensialisme, materialisme historis Karl Marx, historisisme, dan Inggris Idealisme.
Pengaruh Hegel sangat besar baik di dalam filsafat dan ilmu-ilmu yang lain.
2. PAUL LABAND (1838-1918)
Paul (1838-1918), ahli hukum Jerman. Lahir di Breslau, Laband memberi kuliah dalam bidang hukum di Universitas Koenigsberg 1864-1872, ketika ia menjadi profesor hukum publik di Universitas Strasbourg. Dia adalah seorang anggota dewan negara Alsace 1879-1911, dan duduk di Landtag dari Elsas-Lorraine dari 1911 hingga kematiannya. Sebuah otoritas hukum konstitusional, Laband adalah penulis Deutsches Reichsstaatsrecht (3 jilid., 1876-82), yang menjadi standar kerja dan memiliki pengaruh yang besar pada pengacara publik di Jerman. Dia berargumen bahwa hukum konstitusi harus menjadi ilmu murni tidak termasuk pertimbangan moral dan politik. Dia menolak konsep kedaulatan rakyat, memegang bahwa negara dan pemerintah adalah identik dan bahwa tindakan administrasi pemerintah tidak dikenakan untuk menantang dengan cara apapun. Meskipun pandangan-pandangannya yang sangat dikritik karena mengabaikan dasar politik hukum konstitusi, Laband menjadi ahli hukum terkemuka dari Kekaisaran Jerman. Ia juga penulis beberapa karya pada hukum perdata, termasuk hukum properti, hukum dagang, dan badan hukum, dan menulis sebuah komentar terperinci pada aturan hukum Jerman kuno. Pada 1918 ia menerbitkan memoarnya "Lebenserinnerungen von Dr P. Laband."
3. JEAN BODIN (1539-1596)
Jeanbodin(1539-1596) merupakan pencetus teori kedaulatan pertama kali.
Dan menurut beliau kedaulatan adalah kekusaan tertinggi dalam suatu negara.
Kedaulatan ini sifatnya tunggal,asli,dan tak dapat dibagi-bagi, Tunggal berarti hanya ada satu kekusaan tertinggi, dan tak dapat dibagi-bagi,
ASLI berarti kekusaan itu berasal atau tidak dilahirkan dari kekusaan lain,sedangkan abadi berarti kekusaan itu berlangsung terus menerus tanpa terputus,maksudnya pemerintah dapat berganti-ganti,tetapi negara dan kekusaannya berlangsung terus-menerus
4. GEORGE JELLINEK (1851 -1911)
Georg Jellinek (16 Juni 1851, Leipzig - January 12, 1911, Heidelberg) adalah seorang filsuf hukum Austria. Jellinek dikaitkan dengan positivisme hukum tetapi kritis terhadap teori itu atas dasar hukum yang harus dipahami sebagai memiliki hubungan intrinsik dengan masyarakat. Dia mendefinisikan hukum sebagai suatu etika minimum.
Jellinek adalah terkenal karena esai Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (1895), yang berpendapat teori universal untuk hak, yang bertentangan dengan budaya dan nasional argumen spesifik maka dalam mode (terutama yang dari Emile Boutmy). Jellinek berpendapat bahwa Revolusi Perancis, yang merupakan titik pusat dari abad ke-19 teori politik, tidak boleh dianggap sebagai semata-mata timbul dari tradisi Perancis (yaitu tradisi yang berasal dari Jean-Jacques Rousseau) tetapi sebagai analog dekat gerakan-gerakan revolusioner dan ide di Inggris dan Amerika Serikat.
Jellinek, putra Adolf Jellinek, seorang sarjana rabinik, dikonversi menjadi Kristen. Dia mengajar di Universitas Wina, Basel, dan Heidelberg. Ketika mengajar di sana, ia menulis karya yang paling ambisius, Allgemeine Staatslehre (General Theory of the State) tahun 1900.
c.Teori Kedaulatan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyat memberikan kekuasaannya kepada penguasa untuk menjalankan pemerintahan melalui sebuah perjanjian yang disebut kontrak social. Penguasa negara dipilih dan ditentukan atas kehendak rakyat melalui perwakilan yang duduk dalam pemerintahan.
Demikian pula sebaliknya, penguasa negara harus mengakui dan melindungi hak-hak rakyat serta menjalankan pemerintahan berdasarkan aspirasi rakyat. Apabila penguasa negara tidak dapat menjamin hak-hak rakyat dan tidak bisa memenuhi aspirasi rakyat, maka rakyat dapat mengganti penguasa tersebut dengan penguasa yang baru. Penganut teori ini adalah Solon,Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu dan J.J. Rousseau. Teori kedaulatan rakyat hampir diterapkan di seluruh dunia, namun pelaksanaannya tergantung pada rezim yang berkuasa, ideologi dan kebudayaan masing-masing negara.
Rakyat dapat dibedakan menjadi dua macam yakni:
a. Penduduk, yaitu mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara (menetap). Mereka disebut penduduk karena orang-orang tersebut lahir secara turun-temurun, berkembang dan besar di dalam suatu negara tertentu.
b. Bukan penduduk, yaitu mereka yang berada di dalam suatu wilayah negara hanya untuk sementara waktu. Misalnya para turis mancanegara, orang-orang asing yang bekerja dalam suatu Negara tertentu, orang-orang asing yang belajar dalam suatu negara tertentu maupun tamu-tamu instansi tertentu.
Pembagian di atas pada hakikatnya didasarkan pada hak dan kewajiban. Seseorang yang berstatus sebagai penduduk mempunyai hak untuk mendapatkan identitas yang sah. Misalnya di Indonesia setiap orang yang berusia 17 tahun berhak mendapat KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sedangkan rakyat berdasarkan hubungannya dengan pemerintahan dapat pula dibedakan menjadi dua yakni:
a. Warga negara, yaitu mereka yang berdasarkan hukum tertentu dianggap bagian sah dari suatu negara. Atau dengan kata lain warga negara adalah mereka yang menurut undang-undang atau perjanjian diakui sebagai warga negara melalui proses naturalisasi.
b. Bukan warga negara (orang asing), yaitu mereka yang berada pada suatu negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintah di mana mereka berada. Misalnya duta besar, konsuler, kontraktor asing, pekerja asing, dan lain sebagainya.
Warga negara atau bukan warga negara mempunyai konsekuensi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hak dan kewajibannya. Seorang warga negara mempunyai hak-hak tertentu dalam suatu negara, missal hak ikut berkumpul, bersuara dalam partai politik atau ikut serta dalam pemilihan umum. Sedangkan yang bukan warga negara tidak diberi hakhak tersebut. Untuk menjelaskan teori asal-mula negara kita akan membahas pendapat dari beberapa pakar, seperti Solon, Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, dan Rosseau
1. SOLON( 638 SM–558 SM)
Solon adalah negarawan, pembuat hukum dan penyair Athena. Reformasinya gagal namun ia telah memberikan fondasi demokrasi Athena. Ia tidak banyak dikenal oleh masyarakat luas, sehinnga data mengenainya sulit ditemukan
2. THOMAS HOBBES (1588-1679)
Thomas Hobbes merupakan seorang pemikir politik yang lahir dan mengalami proses intelektual dalam keadaan sosial politik anarkis pada abad ke XVII. Sejak lahir sampai akhir hidupnya, terjadi perang sipil dan perang agama, konfrontasi antara raja dengan dewan rakyat terjadi tanpa henti-hentinya. Kekerasan kekejaman, dendam dan ketakutan akibat peperangan agama dan perang sipil di Inggris mewarnai kehidupan Thomas Hobbes. Riwayat kehidupan Thomas Hobbes, seperti, melukiskan dirinya sebagai saudara kembar rasa ketakutan. Thomas Hobbes dilahirkan dalam kondisi premature. Dengan rasa ketakutan semakin dekatnya Armada Spanyol ke kawasan Inggris, begitu mencekam perasaan ibunya. Ketakutan mencekam itulah yang memaksa Thomas Hobbes lahir ke dunia. Pada waktu ia lahir, Ratu Elisabeth I Sedang sibuk menaklutkan kelompok agama Katolik
Sebagaimana halnya dengan ilmuan lainnya, Hobbes hidup dalam era pergolakan. Ia sangat terkesan oleh tuntutan akan kekuasaan politik yang kuat untuk mengeluarkan tatanan yang ada dari pergolakan yang mengancam masyarakat sipil. Situasi yang demikian mengstimulus inspirasi Thomas Hobbes untuk merumuskan teori-teori politik yang relevan dengan kondisi zamannya. Pikiran-pikiran yang ditelorkan merupakan produk dan mewakili karakter pada zamannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa situasi kacau pada sisi lain titik balik munculnya berbagai karya yang monumental. Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Appetites manusia adalah hasrat atau nafsu akan kekuasaan, akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan kehormatan. Sedangkan aversions manusia adalah keengganan untuk hidup sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia itu tidaklah terbatas. Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia mempunyai power. Oleh karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat dan keengganannya, dengan menggunakan power-nya masing-masing, maka yang terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, yang meningkatkan keengganan untuk mati. Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah (state of nature), terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain (homo homini lupus), memua memangsa semua (bellum omnium contra omnes). Dalam kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian menjadi semakin mencekam. Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang-satu-dengan-lainnya itu dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil. Caranya adalah masing-masing anggota masyarakat mengadakan kesepakatan di antara mereka untuk melepaskan hak-hak mereka dan menstransfer hak-hak itu kepada beberapa orang atau lembaga yang akan menjaga kesepakatan itu agar terlaksana dengan sempurna. Untuk itu orang atau lembaga itu harus diberi hak sepenuhnya untuk menggunakan semua kekuatan dari masyarakat. Beberapa orang atau lembaga itulah yang memegang kedaulatan penuh. Tugasnya adalah menciptakan dan menjaga keselamatan rakyat (the safety of the people). Masyarakat sebagai pihak yang menyerahkan hak-hak mereka, tidak mempunyai hak lagi untuk menarik kembali atau menuntut atau mempertanyakan kedaulatan penguasa, karena pada prinsipnya penyerahan total kewenangan itu adalah pilihan paling masuk akal dari upaya mereka untuk lepas dari kondisi perang-satu-dengan-lainnya yang mengancam hidup mereka. Di lain pihak, pemegang kedaulatan mempunyai seluruh hak untuk memerintah dan menjaga keselamatan yang diperintah itu. Pemegang kedaulatan tidak bisa digugat, karena pemegang kedaulatan itu tidak terikat kontrak dengan masyarakat. Apa yang difikirkan Hobbes ini adalah negara yang mutlak yang dikenal Monarki Absolut. Dalam arti hak-hak individu sama sekali dikesampingkan sementara negara menjadi sangat mutlak dan tidak pernah salah. Negara berhak mutlak atas kebenaran dan kepatutan.
3. JOHN LOCKE (1632-1704)
Dua ide dasar Locke mengenai sistem peletak dasar dan penyelenggaraan kenegaraan, yakni kontrak sosial dan pemerintahan yang terbatas telah memberi konstribusi besar bagi perkembangan dinamika kenegaraan di dunia. Tulisan ini akan menguraikan dua konsep Locke mengenai faktor alamiah yang merupakan prakondisi sebelum mendirikan sebuah negara. Negara dibangun di atas perjanjian (kontrak sosial) dan di dalam penyelenggaraannya, harus ada batasan-batasan yang jelas yang kemudian diistilahkan sebagai ‘pemerintahan yang terbatas’ demi mencegah penyelahgunaan kekuasaan,.
A. RIWAYAT HIDUP
John Locke lahir di Wrington Kota Somerset Inggris tahun 1632 (meninggal tahun 1704). Bapaknya seorang pengacara dan tuan tanah. Locke belajar di Oxford tempat ia memperoleh gelar BA dan M.A, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di bidang ilmu kedokteran pada tahun 1667 dan menjadi sekretaris dan dokter pribadi Earl Shaftesbury pertama, pemimpin partai Whing. Selanjutnya Locke menduduki beberapa jabatan publik pentingyang memberikannya kesempatan untuk mengamati secara langsung realitas dan konspirasi politik di negaranya. Karena gangguan kesehatan, Locke pindah ke Perancis selama empat tahun, dan pada saat itu beliau mengembangkan pemikiran filsafat politiknya. Setelah kembali dari Perancis, Shaftesbury terlibat makar menentang raja dan terpaksa meninggalkan negara. Meskipun Locke tidak terlibat dalam konspirasi itu, namun ia tetap dituduh dan terpaksa mengasingkan diri di Holland. Memasuki awal tahun 1689, di saat kasus makaryang melibatkan Shaftesbury selesai, ia kembali ke Inggris dan pada tahun 1690 Locke menerbitkan karya utamanya tentang politik, Two Treatises of Government, sebuah karya yang sering disebut sebagai ‘Bibel’ liberalisme modern, menguraikan tentang perubahan masyarakat sampai terbentuknya sebuah negara .
B. Kontrak Sosial
Locke dikenal sebagai tokoh pemikir politik Inggris yang sangat berpengaruh. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang sangat kritis terhadap kekuasaan negara yang mutlak. Hal ini terutama disebabkan karena sistem kenegaraan pada masa beliau masih menganut sistem kerajaan. Konsep kedaulatan rakyat merupakan buah pemikirannyayang ia tuangkan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan negara absolut dan dominan tanpa ada kekuatan lain sebagai penyeimbang. Locke juga dikenal sebagai peletak dasar sistem demokrasi dengan menggagas kontrak sosial sebagai sebuah pola untuk memberikan legitimasi pada negara berdasarkan hukum alam (konsep alamiah).
Menurut Locke, sebuah negara dibangun atas dasar kesepakatan antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Hal ini menjadi pijakan dasardari teori kontrak sosial. Hal ini juga dicatat oleh Sabine (1992;181) “kekuasaan demikian hanya dapat timbul dengan persetujuan, dan meskipun hanya dapat timbul dengan persetujuan, dan meskipun ini hanya dapat diberikan secara diam-diam, ia harus merupakan persetujuandari tiap individu untuk dirinya sendiri.”
Meskipun Locke menunjuk pada watak sosial manusia serta kecenderungannya untuk mencari sekutu dengan orang lain, ia menyatakan bahwa individu masuk ke dalam masyarakat politik karena ketidakmemadaian kondisi alamiahnya bukan karena keadaan alam sendiri. Locke mengatakan bahwa manusia hidup dalam keadaan alamiah (state of nature), dimana Locke menyatakan bahwa keadaan alamiah selalu merindukan kehidupanyang alamiah sebelum terbentuknya negara. Menurutnya keadaan alamiah adalah keadaan dimana manusia hidup dalam kedamaian, kebajikan, saling melindungi, penuh kebebasan, tak ada rasa takut dan penuh kesetaraan. Manusia juga tidakakan merusak kehidupan, kesehatan dan hak-hak pemilikan manusia lainnya.
Karena manusia bebas “adalah manusia bebas, sederajat dan merdeka,” berarti bahwa tidak ada orang tanpa persetujuannya bisa dibenarkan tunduk pada otoritas politik orang lain. Untuk melengkapi tesisnya, Locke mengambil polayang ada pada masanya dengan menggunakan piranti kontrak sosial. Orang saling setuju untuk masuk ke dalam masyarakat dan membangun lembaga politik di bawahsatu pemerintahan tertinggi. Dengan perjanjian ini, orang-orang menyerahkan kekuasaan untuk menjalankan hukum alam, suatu kekuasaan yang mereka miliki secara sendiri-sendiri dalam keadaan alamiah, kepada komunitas yang baru terbentuk. (Schmandt,2002:338-339)
Beberapa sifat dari kontrak sosial Locke yang paling penting dan mendasar adalah, pertama, prinsip yang menggerakkan di balik persetujuan ini bukanlah rasa takut akan kehancuran tetapi keinginan untuk menghindari gangguan keadaan alamiah. Locke dengan tegas berpegang bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban moral adalah intrinsik dan lebih dulu ada daripada hukum; pemerintah berkewajiban untuk memberi sanksi pada hukum-hukumnya terhadap apayang secara moral dan alamiah adalah benar. Kedua, individu tidak menyerahkan kepada komunitas tersebut hak-hak alamiahnya yang subtansial, tetapi hanya untuk melaksanakan hukum alam, bahwa tiap orang mempunyai hak menurut hukum alam atas sesuatu di mana dia telah mempergunakan tenaga untuk memperolehnya, seperti misalnya menutup dan mengerjakan tanah. Ketiga, hakyang diserahkan oleh individu tidak diberikan kepada orang atau kelompok tertentu tetapi kepada seluruh komunitas.
Locke mengutamakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban moral sebagai esensi dari terbangunnya kontrak sosial, bahkan menempatkan lebih tinggi dari hukum. Hal ini menegaskan bahwa Locke memandang hak asasi sebagai referensi utama dalam menetapkan sebuah aturan. Kehadiran negara sebagai lembagayang disepakati untuk melegitimasi (mengkonstitusionalkan) hukum alamiah tersebut. Meskipun konsep ini masih bersifat umum, akan tetapi konsep ini diyakini merupakan mata air inspirasi tumbuhnya sistem demokrasi di negara-negara di dunia.
C. Pemerintahan yang Terbatas
Deskripsi Locke tentang perjanjian sosial (kontrak sosial) menjadi landasan yang prinsipil dan filosofis dalam melihat proses pembentukan sebuah negara. Locke bahkan menegaskan tentang pentingnya memisahkan aspek legislatif (pembuat undang-undang dan hukum) dan aspek eksekutif dan yudikatif (pelaksanaan undang-undang dan hukum) dalam sebuah sistem politik . Kedua aspek ini tidak boleh dipegang olehsatu tangan agar penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan.
Gagasan Locke tentang kedaulatan rakyat merupakan ide kritis untuk menciptakan iklim negara yang demokratis. Perkembangan untuk menempatkan rakyat sebagai subyek terpenting dalam negara melalui konsep kedaulatan rakyat masih belum mampu lepasdari kekuasaan negara yang bersifat mutlak. Mereka yang memegang jabatan atau duduk di kursi kekuasaan masih rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Sepanjang sejarah, negara hanya menjadi alat bagi merekayang berkuasa dan menduduki posisi dominan dari pada warga negaranya. Bahkan, justru lebih banyak mengabaikan hak-hak dasar warganya, atas nama negara. Bukan hanya eksekutif, penyalahgunaan kekuasaan juga terjadi di kalangan legislatif dengan beragam motif. Dalam perkembangannya di masa demokrasi modern, tujuan untuk menciptakan negarayang demokratis disadari tidak dapat digantungkan pada para penguasa semata. Kedaulatan rakyat masih memerlukan kajian yang mendalam, sehingga esensi dari kontrak sosial dapat lebih optimal berjalan dalam sebuah negara. Hal ini dapat tercermin pada keberadaan institusi partai politikyang keberadaannya ambivalen dengan kekuasaan. Yang terjadi, justru tawar menawar kekuasaan dan intrik politik antara eksekutif dan legislatif, dan akhirnya mengabaikan kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara.
John Locke menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan kepada negara:
Adanya pemerintah dan masyarakat kedua-duanya itu gunanya untuk melindungi hak-hak individu, dan sebagai sesuatu hak yang tidak bisa dihilangkan, maka kekuasaan dari pemerintah dan masyarakat dibatasi oleh hak-hak individu tadi. Oleh sebab itu, sebagian dari pada teori Locke yanitu individu dan haknya merupakan prinsip-prinsip yang pokok; dalam masyarakat lain hak ini memainkan relnya sendiri.
Bagi Locke hak dasar ini bahkan harus dilindungi oleh negara dan menjadi batasan bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak-hak alamiah dari John Locke terdiri atas tiga, yakni hak atas kehidupan (life), hak atas kemerdekaan (liberty) dan hak atas milik pribadi (property) . Konsep hak-hak alamiah Locke yang dalam perkembangannya kemudian di masa modern hak-hak dasar ini bertambah jumlahnya dan menjadi konsep utama dalam mengembangkan pemikiran tentang demokrasi dan human rights (Hak Asasi Manusia).
Di negara-negara modern, konsep kedaulatan rakyat ini mendapatkan tempat yang utama. terutama mengenai isu pembatasan kekuasaan negara. Pada prinsipnya negara tetap diselenggarakan oleh orang-orang tertentu, namun orang-orang tersebut harus mendapat legitimasi dan kontrol dari rakyatnya. Dalam konsep kekuasaan negara yang mutlak, persoalan ini tidak timbul karena hal itu telah diselesaikan dengan diserahkannya kekuasaan yang mutlak pada seseorang atau sekelompok orang tertentu. Pada konsep kedaulatan rakyat, pelaksanaan menjadi rumit karena tidak mungkin menyerahkan kekuasaan penyelenggaraan negara pada seluruh masyarakat, hal itu dapat menyebabkan terhambatnya bahkan kekacauan bagi pelaksanaan kehidupan bernegara. Mekanisme kelembagaan untuk pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam rangka pencegahan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan sebenarnya telah dipikirkan oleh John Locke, yaitu memisahkan aspek legislatif (pembuatan undang-undang dan hukum) dan aspek eksekutif dan yudikatif (pelaksanaan undang-undang dan hukum) dalam sebuah sistem politik. Kedua aspek ini tidak boleh dipegang oleh satu tangan agar penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan.
Sistem pemerintahan menurut Locke terdiri atas seorang raja yang memiliki kekuasaan eksekutif dan parlemen yang memiliki kekuasaan legislatif. Sistem ini dinamakannya monarki konstitusional atau monarki parlementer. Badan eksekutif mempunyai hak prerogatif yang tidak berdasarkan pada suatu undang-undang, malah kadang-kadang berlawanan dengan undang-undang, tapi ia tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau kebaikan umum, contohnya memanggil parlemen untuk bersidang. Yang menentukan hak tersebut sejalan dengan kepentingan umum adalah seluruh rakyat, yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan pada wakil-wakil kepercayaannya di legislatif. Hal ini, menurut Locke, mengakibatkan eksekutif tergantung pada legislatif dan legislatif tergantung pada rakyat .
Kerangka pemikiran Locke kemudian lebih dikembangkan dan dipertegas lagi oleh Montesquieu. Dalam pemikirannya yang dikenal dengan konsep trias politika, Montesquieu memisahkan pelembagaan kekuasaan negara dalam tiga fungsi, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Dengan adanya pemisahan kekuasaan yang tegas, diharapkan terjaminnya kebebasan masing-masing lembaga dalam menjalankan kekuasaannya .
Dasar pemikiran Locke dan Montesquieu di jaman modern kemudian mengalami perkembangan yang amat pesat. Mekanisme kelembagaan yang dulu belum menyentuh persoalan-persoalan teknis dan operasional terus mengalami perbaikan-perbaikan. Namun demikan isu-isu yang dikumandangkan tetap tidak berubah yaitu pembatasan kekuasaan negara melalui mekanisme kedaulatan rakyat (demokratisasi).
4.MONTESQUIEU(18 Januari 1689 – 10 Februari 1755)
Montesquieu, atau nama lengkapnya Charles Louis de Secondant Baron de Montesquieu, lahir di dekat Bordeaux, Perancia pada tahun 1689 sebagai seorang anak dari keluarga bangsawan yang berada. Ia pernah belajar hukum dan pernah bekerja pada pengadilan. Pada umur tifga puluhan ia telah mulai dikenal dengan sebagai pengarang ilmuwan. Tetapi yang memberikan bekas bagi masyarakat masanya serta masa-masa kemudian adalah tulisannya yang terbit belakangan, berjudul De L’Esprit des Lois. Teorinya tentang konstitusi ideal termuat dalam buku XI dari karyanya Esprit des Lois.
Montesquieu membedakan tiga fungsi Negara, yaitu fungsi legislative, eksekutif dan yudikatif. Tiga fungsi itu perlu dibagi atas tiga pemegang kekuasaan. Menurutnya, ketiga jenis kekuasaan itu haruslah terpisah satu sama lain, baik mengensai tugas maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang menyelenggarakannya. Kekuasaan legislating menurutnya adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif meliputi penyelenggaraaan undang-undang (tetapi oleh montequieu diutamakan tindakan dibidang politik luar negeri), sedangkan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Pembagian ini, telah dimulai oleh Locke, tetapi Locke tidak mengemukakan masalah yudikatif. Menurut Locke, kekuasaan Negara dibagi dalam tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federative, yang masing-masing terpisah satu sama lain. Berbeda dengan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif, Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan (yudikatif) itu sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan karena dalam pekerjaannnya sehari-hari sebagai seorang hakim, Montesquieu mengetahui bahwa kekuasaan eksekutif itu berlainan dengan kekuasaan pengadilan. Sebaliknya oleh Montesquieu kekuasaan hubungan luar negeri yang disebut Locke sebagai kekuasaan federative, dimasukkan kedalam kekuasaan eksekutif.
Montesquieu mengemukan alasan mengapa ia membagi ketiga kekuasaaan tersebut karena bersangkut paut dengan apa yang disebut kemerdekaan. Pembagian tersebut adalah untuk menjamin adanya kemerdekaan. Seperti yang dikatakan olehnya :
Apabila kekuasaan legislative dan eksekutif disatukan pada tangan yang sama, ataupun pada badan penguasa-penguasa yang sama, tidak mungkin terdapat kemerdekaan…….juga, tidak akan bisa ditegakkan kemerdekaan itu bila kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari kekuasaan legislative dan eksekutif. Apabila kekuasaan mengadili ini digabungkan pada kekuasaan legislative, kehidupan dan kemerdekaan kaulan-negara akan dikuasai oleh pengawasan sesuka hati, oleh sebab hakim akan menjadi orang yang membuat undang-undang pula. Apabila kekuasaan mengadili digabungkan pada kekuasaan eksekutif, hakim itu akan bersikap dan bertindak dengan kekerasan dan penindasan. Akan berakhir pulalah segala-galanya apabila orang-orang yang itu juga, ataupun badan yang itu juga (apakah badan ini terdiri dari orang-orang bangsawan atau rakyat banyak) yang akan menjalankan ketiga macam kekuasaan itu.
Doktrin Montesquieu banyak mempengaruhi orang Amerika pada masa undang-undang dasarnyadirumuskan, sehingga dokumen itu dianggap yang paling banyak mencerminkan Trias Politika dalam konsep aslinya. Misalnya, presiden Amerika tidak dapat dijatuhkan oleh Congress selama masa jabatan empat tahun. Di lain pihak, Congress tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Di Negara-negara benua Eropa seperti Jerman dan Belanda, doktrin Trias Politika memainkan peranan yang penting dan terutama telah mempengaruhi perumusan-perumusan mengenai Negara hukum klasik dari sarjana-sarjana hukum seperti Kant dan Fichte. Akan tetapi di Inggris, yang menurut Montesquieu merupakan suri tauladan dari system pemerintahan berdasarkan Tras Politika, sama sekali tidak ada pemisahan kekuasaan, malahan terlihat adanya suatu penjalinan yang erat antara badan eksekutif dan badan legislative. Dari contoh-contoh tersebut, terlihat jelas bahwa pelaksanaan konsep Trias Politika dalam konsep aslinya, sukar sekali diselenggarakan dalam praktik. Seperti digambarkan oleh Kant dan Fichte, yang tugasnya tidak lain dari mempertahankan dan melindungi ketertiban social dan ekonomi berdasarkan asaz Laissez faire, laissed aller. Menurut Kant dan Fichte campur tangan Negara dalam perekonomian dan segi-segi lain kehidupan social tidak dibenarkan (staatsonthouding), oleh karena pemerintah hanya dianggap sebagai “penjaga malam” semata-mata. Selain itu, di Negara abad 20 dimana kehidupan ekonomi dan social menjadi kompleks serta badan eksekutif mengatur hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Trias Politika dalam arti “pemisahan kekuasaan” tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan berkembangnya konsep mengenai Negara kesejahteraan, dimana pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, dan menyelenggarakan perencanaan perkembangan ekonomi dan social secara menyeluruh, maka fungsi kenegegaraan sudah jauh melebihi dari tiga macam fungsi yang disebut oleh Montesquieu. Oleh karena keadaaan tersebut, maka ada kecenderungan untuk menafsirkan Trias Politika tidak lagi sebagai “pemisahan kekuasaan” tetapi sebagai “pembagian kekuasaan” yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah yang dibedakan menurut sifatnya serta diserahkan kepada badan yang berbeda (distinct hands), tetapi untuk selebihnya kerja sama diantara fungsi-fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi.
Montesquieu mengungkapkan bahwa tiap kekuasaan yang dibagi pada tiga kekuasaan tersebut, masing-masing berjalan saling mengawasi dan menghambat dari adanya penyelewengan. Karena apabila tidak dijalankan seperti itu, maka kemerdekaan tidak dapat dijaga, yang ada akan terjadi sebuah despotism ataukekuasaan yang sewenang-wenang.
Menurut Montesquieu, yang disebut kemerdekaan bukanlah kemerdekaan yng sesuka hati yang memberikan hak pada seseorang untuk mengangkat senjata, dan oleh sebabitu, memaksakan kehendaknya dalam segala kekerasan terhadap orang lain. Tetapi menurutnya, kemerdekaan adalah hak untuk berbuat apa yang dibenarkan atau diizinkan oleh hukum. Menurut Suhelmi, hukum memiliki dua sifat, yaitu bersifat umum dan khusus. Hukum bersifat khusus artinya, dalam penerapan hukum pada suatu konteks social tertentu perlu melihat aspek-aspek seperti iklim, letak geografis, dan adat istiadat masyarakat. Tempat diberlakukannya hukum itu. Kalau tidak penerapan hukum tidak akan efektif. Meskipun terdapat kekhususan itu, adanya hukum yang bersifat universal, hukum yang dapat berlaku umum di semua masyarakat.
5. JEAN JACQUES ROUSSEAU (1712-1778)
Rousseau berpendapat bahwa manusia mempunyai keadaan alamiah atau keadaan asli dalam dirinya sebagai suatu individu yang bebas atau merdeka tanpa adanya suatu intervensi atau paksaan dari manapun . meskipun mempunyai kebebasan yang mutlak , manusia tidak ingin atau memiliki keinginan untuk menaklukan sesamanya karena manusia alamiah bersifat tidak baik maupun tidak buruk. Mereka hanya mencintai dirinya sendiri secara spontan dan berusaha untuk menjaga keselamatan dirinya dan memuaskan keinginan manusiawinya. .
Menurut Rousseau , manusia abad pencerahan sudah mengubah dirinya menjadi manusia rasional . manusia rational hanya mementingkan factor material untuk memenuhi kebutuhan dirinya . factor-faktor non-materail berupa perasaan dan emosi mengalami pengikisan yang berakibat manusia seolah-olah hanya bergerak menurut rasionya saja.. Abad Pencerahan menurut Rousseau adalah abad pesimisme total. Pemikir-pemikir pencerahan, perkembangan teknologi dan sains menyebabkan dekadensi moral dan budaya .Akibatnya, manusia menjadi rakus dan tamak sehingga terjadi kerusakan dan penghancuran besar-besaran bagi keberlangsungan manusia , baik itu alam maupun manusianya sendiri. Oleh sebab itu, Rousseau berpikir bahwa manusia seharusnya kembali pada kehidupannya yang alamiah yang memiliki emosi dan perasaan untuk mencegah dan terhindar dari kehancuran total. Pemikiran ini menjadi cikal bakal dari aliran Romantisme yang berkembang di eropa .
A. Kontrak Sosial dan Kekuasaan
Seperti yang dikemukakan Rousseau bahwa manusia memiliki kebebasan penuh dan bergerak menurut emosinya. Kedaaan tersebut sangat rentah akan konflik dan pertikaian . untuk menyelesaikan masalah tersebut , manusia mengadakan ikatan bersama yang disebut kontrak social.
Rousseau berpendapat bahwa negara merupakan bentuk nyata dari kontrak social.Individu-individu di dalamnya sepakat untuk menyerahkan sebagian dari hak-haknya untuk kepentingan bersama melalui pemberian kekuasaan kepada pihak-pihak tertentu diantara mereka. . kekuasaan tersebut digunakan untuk mengatur, mengayomi , menjaga keamanan maupun harta benda mereka . hal inilah yang kemudian disebut sebagai kedaulatan rakyat. Perbedaan teori kontak sosial dalam pandangan Hobbes dan Rousseau adalah Hobbes menyatakan bahwa setelah negara terbentuk sebagai suatu kontrak social, negara tidak terikat lagi dengan individu tetapi individulah yang terikat dengan negara dengan kata lain , negara dapat berbuat apa saja terhadap individu. Berbeda dengan Hobbes, Rousseau berpendapat bahwa negara adalah berasal dari kontrak social antara individu jadi negara merupakan representasi kepentingan individu-individu didalamnya , negara harus berusaha mewujudkan kehendak umum bila kehendak itu diabaikan oleh negara , rakyak dapat mencabut mandatnya terhadap penguasa.
Rousseau mendambakan suatu system pemerintahan yang bersifat demokrasi langsung dimana rakyat menentukan penguasa atau pemimpin mereka, membuat tata negara dan peraturan secara langsung . demokrasi langsung hanya dapat dilaksanakan pada wilayah yang tidak terlalu luas .
B. Bentuk-bentuk Pemerintahan
Menurut Roussau keanekaragaman pemerintahan di dunia adalah baik karena biasanya mengakomodasikan kepentingan beranekaragam bentuk , tradisi dan adat istiadat masyarakat yang berbeda-beda . Klasifikasi pemerintahan dan criteria tolak ukur negara menurut Rousseau dapat dilihat berdasarkan jumlah mereka yang berkuasa.
Bila kekuasaan dipegang oleh seluruh atau sebagian besar warganegara( citizen magistrates lebih banyak dari ordinary privat citizen), maka bentuk negara tersebut adalah demokrasi. Tetapi bila kekuasaan dipegang oleh beberapa penguasa ( ordinary privat citizen lebih banyak dari citizen magistrates) maka negara tersebut berbentuk aristokrasi . apabila negara tersebut hanya terpusat pada satu orang penguasa , maka negara tersebut berbentuk monarki.
Rousseau juga berpendapat bahwa mungkin nanti terdapat bentuk negara campuran yang memadukan system dan bentuk negara demokrasi , aristokrasi dan monarki.
TABEL PERBEDAAN PIKIRAN TOKOH KEDAULATAN RAKYA
Thomas Hobbes John locke Rosseau
Hanya mengenal adanya satu factum ,yaitu factum subjections Mengenal 2 factum ,factum unionis dan factum subjektionis Hanya mengenal 1 factum ,faktum unionis
Didalam Negara bersifat liar dan buas Negara adalah surge Didalam suatu Negara terdapat suatu persamaan dan kebebasan
Seluruh hak yang diberikan hokum alam diserahkan pada raja Ada hak yang tidak diserahkan pada raja yakni hak azazi Seluruh hak yang diberikan hokum alam diserahkan tetapi dikembalikan lagi dalam bentuk warga negara
Pelopor paham absolistisme Pelopor demokrasi parlementer Pelopor kedaulatan rakyat
e. Teori Kedaulatan Hukum
Teori ini menyatakan bahwa pemerintah memperoleh kekuasaan tertinggi dari hukum (berdasarkan hukum yang berlaku). Jadi yang berdaulat adalah lembaga atau orang yang berwenang mengeluarkan hukum yang mengikat seluruh warga negara. Lembaga ini adalah pemerintah dalam arti luas. Hukum tertulis maupun tidak tertulis berada di atas negara. Sebagian besar negara-negara di Eropa dan Amerika menggunakan tecri kedaulatan hukum.Pelopor teori ini adalah Immanuel Kant, dan Leon Duguit
1. IMMANUEL KANT(1724-1804)
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 di kota Konigsberg di Prussia Timur. Latar belakang keluarganya sangat religius, dan keyakinan agamanya menjadi latar belakang penting bagi filsafatnya dikemudian hari. Kant tidak menikah dan mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya untuk menelaah dan mengarang karya-karyanya, berpikir berjam-jam dan menulis. Ia jarang keluar dari kota kelahirannya, Konigsberg, dan tidak pernah keluar dari propinsi kelahirannya, Prusia Timur sampai Kant meninggal pada usia 80 tahun pada tahun 1804.
Abad ke-18 dikenal dengan abad pencerahan. Menurut Imanuel Kant, zaman pencerahan adalah zaman dimana manusia keluar dari keadaan tidak akil balik. Manusia telah berani untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu, semboyan zaman pencerahan berbunyi :”Separe aude !” (beranilah berpikir !).
Kant tidak disangsikan sebagai filsuf terbesar dalam sejarah filsafat sejarah modern. Kemunculan Kant memulai suatu zaman baru, sebab filsafatnya mengantarkan gagasan baru yang memberikan arah kepada segala pemikiran filsafati di zaman kemudian. Kant berusaha untuk melakukan suatu sintesa baru terhadap kecenderungan filsafat pada waktu itu yang terbelah menjadi dua titik ekstrim, yaitu rasionalisme dan empirisme.
Sintesa Kant sering disebut dengan ‘Kritisme’ sebagai kritik terhadap filsafat sebelumnya yang bersifat ‘dogmatis’. Kant adalah filsuf paling besar pengaruhnya dalam 500 tahun terakhir. Kant telah merevolusi pengertian kita tentang ilmu pengetahuan sehingga Kant sendiri menyebut gagasannya sebagai “suatu Revolusi Kopernikan”. Kant juga dikenal dengan teori etikanya yang disebut imperatif kategoris dan merupakan suatu teori yang paling radikal dalam bidang etika dengan penekanannya kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral.
Pikiran manusia, kata Kant, bukanlah pasif yang hanya menerima fenomena dari luar. Dalam hal berpikir manusia tidak semata menerima kesan-kesan indrawi tetapi juga membuat keputusan tentang apa yang kita alami. Pikiran meninggalkan jejaknya pada cara kita mendalami dunia.
Kita dapat membandingkan dengan apa yang terjadi ketika kita menuangkan air ke dalam sebuah kendi. Bentuk air mengikuti bentuk kendi tersebut. Begitu pula cara persepsi kita dengan ‘bentuk-bentuk intuisi’ kita. Kant menambahkan bahwa bukan hanya pikiran yang menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran.
Dalam filsafat moralnya Kant mengatakan bahwa kesadaran moral adalah fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan objek indrawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi-indrawi. Sejauh seseorang berkehendak baik, ia baik, tanpa pembatasan. Kehendak baik itu selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu diluarnya (otonom). Syarat kebaikan berbagai sifat yang ada pada manusia harus dimulai dari kehendak baik, itu prinsip Kant. Manusia tidak hanya tertarik untuk berbuatyang baik, tetapi juga tertarik untuk melakukan penyimpanan dan berbuat kejahatan. Itulah sebabnya akal budi praktis menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Kant selalu merasa bahwa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan.
Kant memberi komentar tentang manusia, bahwa manusia harus selalu memanusiakan dirinya. Karena menurutnya, keadaan dasar manusia bersifat hewani, maka tugas manusia untuk selalu memanusiawikan dan mengatasi sifat kebinatangannya. Mengolah bahan kasar hakekat manusia menjadi manusia bertanggung jawab yang berprikemanusiaan disebut oleh Kant sebagai budaya atau kultur. Disinilah hukum moral bagi manusia dalam proses kebudayaan.
2. LEON DUGUIT
Novel objektivis Duguit teori hukum dan konstitusional publik, yang dikembangkan dalam persaingan ramah tamah dengan kolega Maurice Hauriou Toulouse, adalah untuk memiliki efek abadi pada pengembangan bidang-bidang hukum. Dalam pandangan Duguit, negara bukanlah sebuah mitos Sovereign secara inheren lebih unggul dari semua mata pelajaran, atau bahkan yang sangat kuat orang hukum, tetapi hanya sekelompok orang yang terlibat dalam pelayanan publik, yang merupakan kegiatan dan melegitimasi negara. Meskipun kritis terhadap gagasan-gagasan seperti kedaulatan, kepribadian dan bahkan hukum properti sejauh ini tidak dilegitimasi oleh tujuan sosial, ia menjauhkan diri dari pemikiran Marxis dengan menekankan peran ekonomi untuk pembangunan negara.